Cari Blog Ini

Selasa, 04 September 2012

Sinopsis Drama ‘Can You Hear My Heart’ episode 12 @ Indosiar

Sinopsis Drama ‘Can You Hear My Heart’ episode 12 @ Indosiar [teks Indonesia]
[web/page ringan, bisa dibuka di Ponsel/HP]



Dong Joo masih bertengkar dengan ibunya.
“Ibu bilang ibu mencintainya. Tapi Ibu memenjarakan dia disisi ibu, apa itu namanya cinta?
Walaupun dia kembali tak ada yang berubah, kalau ibu tak mau melakukannya biar aku yang mengembalikan dia ke keluarganya!”
Ny Tae murka dan langsung menampar putranya. (Agh… adegan tamparanna di ulang)


Woo Ri yang mengintip di luar terkejut melihatnya.

“Mengembalikan dia? Siapa? siapa yang bilang seperti itu? apa hakmu memutuskan ini?”
“Lalu apa yang tidak aku ketahui? Apa ada alasan lain sampai Ibu tak mau melepaskannya? Katakan!”
“Aku tidak bisa membiarkanmu sendirian.”

Woo Ri merasa ia tak perlu lagi melihat urusan intern keluarga Dong Joo, ia hendak pergi tapi kemudian ia mendengar teriakan.

“AKU AKAN MEMBUNUHNYA!!!” teriak Ny Tae. “Dia sudah membunuh kakekmu, orang yang membuatmu seperti ini. Choi Jin Chul, orang itu, aku akan membunuhnya. Aku akan membuat dia menyesal dan menderita seumur hidup. Merobek-robek hatinya perlahan-lahan sampai mati. Aku akan melakukan itu. Apa bisa kau melakukan itu semua?”

Dong Joo diam saja. Ia tau ayah tirinya itu yang telah menyebabkan kakeknya meninggal. Dia juga membencinya, tapi untuk membunuhnya, dia tidak berfikir sejauh itu.

“Apa aku mencintai Joon Ha? Apakah aku memikirkan nasibnya? Dia sendiri yang memilih kehidupan ini. Kenapa aku harus memperhatikannya?
Joon Ha sendiri tak masalah, lalu kenapa kau harus meributkannya?
Apa kau bisa hidup tanpa Joon Ha? Selama peresmian kau terus menatapnya. ‘Kakak’, ‘kakak’ Kau yang membutuhkan Joon Ha. Kulakukan ini bukan untukku, tapi semua ini demi kamu.
Jangan pernah berfikir untuk membiarkan Joon Ha pergi!”
Mata Dong Joo berkaca-kaca, “Apa hati Ibu tenang dengan berkata seperti itu. Tanpa ibu mengatakannya aku tahu kalau aku tak sempurna. Tapi aku mencoba untuk selalu bersabar dan terus mencoba. Tidak bisa melindungi Kakekku, itu bukan kesalahan ibu tapi kesalahanku. Itu sebabnya akan kulakukan ini!”
Ny Tae berkata tapi tak menatap putranya, “Benar. Lakukanlah!”
Dong Joo tak tahu apa yang diucapkan ibunya. Air mata Dong Joo menetes deras.

Di luar rumah Ny Tae berkata dalam hati, “Benar Dong Joo, lakukanlah! Walaupun kau melakukan itu dia akan tetap ku-adu dengan Choi Jin Chul. Untuk kesalahanku ini pada Joon Ha aku akan menerima semua hukumannya!”

Woo Ri masih berada di luar mengintip di sisi jendela, melihat Dong Joo yang masih berdiri di posisinya.

... ... ...
Sementara itu di rumah sakit, Nenek dengan sisa tenanganya terus mencari Joon Ha. Ia terus berusaha mengejar Joon Ha.
Dengan tertatih dan menahan tangis, Nenek berhasil menarik Joon Ha perlahan, “Ma Ma Roo Ma Roo!”
Joon Ha memandang Nenek kaget, “Kenapa anda seperti ini?” 


Nenek menangis dan memukul-mukul Joon Ha, “Anak nakal!”
“Nenek, kenapa kau seperti ini?” mata Joon Ha mulai berkaca-kaca.
Nenek masih terus menangis sambil memukul-mukul Joon Ha, “Anak nakal. Kau benar aku Nenekmu. Cucuku, kau cucuku!” Nenek berusaha menyentuh wajah Joon Ha. “Ma Roo, Ma Roo Ma Roo!” Nenek menyentuh kedua pipi Joon Ha.
Joon Ha tak kuasa menahan  lagi, air matanya pecah seketika.
“Aku tak mengerti apa yang anda katakan? Tapi anda harus tenang. Nenek kau pasti salah mengenali orang!”
“Lalu dari mana kau tahu namaku Hwang Soon Geum? Kalau kau bukan cucuku dari mana kau tahu namaku? Anak nakal, anak nakal!”
Joon Ha kemudian menarik Nenek menepi supaya tak ada yang melihat.
“Pulanglah sekarang, ayahmu menunggumu!”
“Aku tak mau. Aku tak mau pulang. Bong Ma Roo sudah meninggal!”
(yah, cepet banget ngakunya. Padahal dia bisa bilang, dia itu dokter yang direkomendasikan Min Soo si hantu, jadi tentu saja dia tau nama nenek yang merupakan pasien di rumah sakit itu)

“Apa?”
“Bong Ma Roo sudah meninggal.” ulang Joon Ha. “Nenek harus tau, begitulah aku hidup.
Nenek, Ayah, keluargaku sudah meninggal, begitulah aku hidup!”
“Ma Roo?”
“Apa Nenek tahu kenapa aku pergi? Aku tak akan kembali pada kalian. Jauh dari ayah dan nenek, aku tak membenci kalian!
Aku merasa seperti ini lebih baik. Meninggalkan rumah yang penuh sesak. Aku... Sekarang aku merasa lega, Nek. Walau kau menyeretku aku tak akan pulang, kau tahu aku keras kepala.
Aku sekarang memiliki ibu dan aku punya adik laki laki, bukan adik yang memalukan seperti dulu. Aku sekarang punya keluarga yang kucintai dan aku tak akan pulang!”
“Tidak Ma Roo, ayahmu selalu menunggumu!”
“Aku tak pernah memikirkan Ayah!” Joon Ha mengeraskan suaranya. “Kenapa harus dia yang menjadi ayahku? Kenapa aku harus kembali untuk selalu menghindarinya? Apa untungnya aku kembali? Kenapa aku harus kembali? kenapa?
Nek, tak mau-kah kau melihatku bahagia? Cucumu, Bong Ma Roo... Biarkan aku hidup bahagia. Lebih baik kau pura-pura tak tahu. Lupakan dia. Anggap saja Ma Roo sudah meninggal. Kumohon padamu!”
Nenek tak bisa menerima itu, “Kalau seperti itu ayahmu akan meninggal!”
“Lalu aku bagaimana? Nenek, bagaimana dengan aku?”
Nenek ingin menyentuh Joon Ha, tapi Joon Ha keburu menyingkir. Kaki Nenek sudah tak kuat lagi mengejar dan duduk sambil menatap Joon Ha, “Ma Roo Ma Roo!”
Joon Ha tak mengindahkan panggilan neneknya, ia terus berjalan dengan hati yang hancur lebur.
“Ma Roo Ma Roo Ma Roo!” Nenek terus menatap Joon Ha yang makin berjalan menjauh.

... ... ...
Young Gyu berada di depan gerbang rumah Dong Joo. Ia menulis kata ‘pergi’ di tanah.
Ia membacanya, “Pergi pergi pergi!”
Woo Ri datang dan minta maaf karena membuat ayahnya menunggu lama.
Young Gyu melihat mata Woo Ri merah. Woo Ri beralasan kalau ia mengantuk dan ia pura-pura menguap di depan ayahnya.
Young Gyu masih penasaran kemana wanita menakutkan itu (ibu Dong Joo).
“Wanita itu sudah pergi dan Cha Dong Joo baik-baik saja, jadi ayah tak usah khawatir.”
Young Gyu menunjukan tulisan yang ditulisnya, tulisan itu ia tujukan untuk wanita yang menakutkan itu.
“Kapan Ayah belajar ini. Dulu Ayah tak mau kuajari?” Woo Ri heran, karena ayahnya sudah bisa menulis aksara.
Young Gyu mengatakan kalau Dong Joo yang mengajarinya, “Itu nama-nama ikan. Kalau mereka nakal aku harus menuliskan namanya Ka Na Da Ma Pa Sa!”
Woo Ri heran Dong Joo menamai ikan dengan huruf. Ia penasaran apa Dong Joo bisa menyebutkannya dengan terbalik.
Young Gyu berkata Dong Joo tak bisa menyebutkan huruf secara terbalik dengan lancar, dia melakukannya lambat, “Cha Dong Joo itu pasti bodoh tapi dia baik hati, seperti orang bodoh!” Young Gyu memperagakan bahasa isyarat orang bodoh.
Woo Ri merasa aneh bukankah Dong Joo bilang kalau dia tak bisa mengingatnya. Ia pun kemudian setuju pendapat ayahnya kalau Dong Joo itu bodoh.
“Bodoh bodoh bodoh!” ucap Young Gyu sambil meletakkan jempol di hidungnya.
Young Gyu kemudian mengajak Woo Ri pulang.

... ... ...
Shin Ae di rumah sakit, kebingungan mencari ibunya.
Ia kemudian melihat ibunya duduk jongkok bersandar pada tembok. Ia langsung geram, “Apa ini ruang periksa atau kau pikun lagi? Di gedung seluas ini bagaimana aku bisa mencarimu?” Shin Ae menyuruh ibunya berdiri.
“Aku bertemu anakmu!” ujar nenek masih lemas.
“Ya Tuhan, kau pasti pikun lagi.
Bagaimana hasil pemeriksaannya. apa hasilnya tetap saja sama?”
“Aku melihat anakmu, Ma Roo!” nenek mengulangi ucapannya.
“Sekarang masalahnya bukan Ma Roo, tapi Woo Ri yang akan pergi dari rumah. Sebaiknya ibu jangan mengatakan itu di depan Woo Ri, apa ibu pikir ia bisa hidup dengan ibu?”
(maksudnya Shin Ae tidak mau merawat nenek. Karena cuma Woo Ri lah yang bersedia menjaga nenek, makanya dia menakut-nakuti perihal Woo Ri yang akan meninggalkan rumah jika nenek masih terus membicarakan Ma Roo)

Shin Ae kemudian meminta ibunya tutup mulut tentang Ma Roo.

... ... ...
Ny Lee membereskan pakaian Seung Chul, ia memasukkan beberapa pakaian ke koper.
Tn Lee mencoba jaket jeans milik putranya yang tampak kekecilan di badannya. (ada-ada saja)
Seung Chul mengambil lagi beberapa potong pakaian dan minta ibunya memasukan itu juga. “Kau itu mau belajar menggoreng ayam atau mau ikut peragaan busana?” tanya ibunya. (wakakaka...)
Seung Chul menimpalinya dengan nyengir.

Young Gyu datang menggendong ibunya. Ia berteriak pada Woo Ri agar membereskan tempat tidur Nenek. Seung Chul langsung berdiri dan berseru, “Woo Ri kita kerjakan sama-sama!”
Ny Lee ingin tahu dan ia bertanya pada Shin Ae bagaimana hasil pemeriksaannya apa penyakitnya bisa disembuhkan.
Shin Ae tak menjawab ia malah menutup hidung karena Ny Lee dekat-dekat dengannya, “Bau ayam!” sahut Shin Ae. (Ny Lee penasaran ia mencium baju dan rambutnya)
Woo Ri segera menggelar kasur, Seung Chul membantu menata bantal. Nenek langsung berbaring dan diselimuti. Young Gyu dan Woo Ri langsung memijit kaki Nenek. Dengan nada suara sedih Nenek meyakinkan kalau ia tak merasa sakit, ia hanya ingin berteriak.
Seung Chul meminta Nenek tak boleh sakit, ia akan pergi belajar menggoreng ayam selama 10 hari, “Aku akan kembali sebagai profesor ayam goreng. Supaya Woo Ri tak kesulitan Nenek harus tetap sehat!” (profesor ayam goreng? Kawkawkaw…)
Woo Ri ingin tahu bagaimana hasil pemeriksaannya. Shin Ae menyampaikan kalau ibunya masih bisa hidup seribu tahun lagi  agar Woo Ri puas dengan jawabannya.
Nenek ingin Shin Ae menginap di rumahnya malam ini, karena ia ingin bicara dengan putrinya. Melihat sikap Nenek yang berubah ini Ny Lee malah mengira Nenek pikun lagi, karena meminta Shin Ae menginap. 
Shin Ae menolak, “Cukup kau perhatikan anakmu dan cucumu, aku jangan dibawa-bawa!” Shin Ae langsung keluar.

Seung Chul memeluk Nenek dan meminta Nenek harus tetap sehat. Ny Lee manarik putranya untuk segera turun dan berkemas.

Woo Ri tanya apa Nenek mau ke kamar mandi. Nenek minta semuanya keluar ia ingin tidur. Setelah semuanya keluar Nenek mulai menangis.

… …. …
Dong Joo duduk melamun di kursi pianonya. Joon Ha datang membawa belanjaan dan melihat adiknya melamun.
Plup!
Joon Ha melempar sesuatu ke arah Dong Joo. Dong Joo malas bercanda dengan kakaknya, ia hanya memalingkan wajahnya sedikit.
Joon Ha tanya kenapa Dong Joo diam saja. Ponsel Joon Ha kemudian berdering, ia mengira itu telepon dari ibunya tapi itu telepon dari Presdir Choi. Dong Joo memperhatikan kakaknya bicara. Joon Ha lalu bicara menjauhi Dong Joo.
Presdir Choi ingin bertemu dengan Dong Joo dan Joon Ha, ia agak khawatir tentang Dong Joo. Ia meminta Joon Ha menjaga Dong Joo layaknya adik sendiri.

Ny Tae ingin tau apa suaminya tadi baru menelepon Joon Ha. Suaminya membenarkan dan mengatakan kalau malam ini Joon Ha tidur di rumah Dong Joo. Ny Tae merasa aneh bukankah suaminya tak menyukai Joon Ha, dari mana suaminya tahu nomor ponsel Joon Ha. Presdir hanya menjawab, jika ia menginginkan sesuatu apa istrinya pikir ia tak bisa mendapatkannya.

Presdir kemudian memuji istrinya memiliki pengamatan yang bagus tentang Joon Ha, “Jang Joon Ha kelihatannya baik, perhatikanlah dia baik-baik!”
“Kalau tentang mengamati sesuatu aku tak pernah salah, kau bisa mengandalkannya. Kalian berdua sangat mirip!”

… … …
Dong Joo dan Joon Ha memasak bersama, memanggang daging.
Dong Joo mengeluh, “Kenapa tak memasak makanan yang mudah saja.”
Joon Ha member jawaban dengan melempar sesuatu ke Dong Joo.
“Hei jangan lakukan itu  Hajima ! (hajima = jangan)
“Kenapa kau menaggilku ahjumma (ahjumma  = Bibi)?”
“Ha-ji-ma!” ulang Dong Joo.
“Cara pelafalan ucapanmu selalu sama, bagaimana kau bisa membedakannya. Kau sangat jenius. IQ mu 300 dan karena aku yang mengajarimu jadi IQ ku 301!”

“Apa ibu yang menyuruh kakak datang kesini?
“Tidak, aku hanya ingin main.”
“Kalau kau ingin kembali ke Amerika, sebaiknya pergi saja.”
“Kalau aku akan kembali ke Amerika. Aku pasti memberitahumu.Memangnya apa yang harus kusembunyikan darimu?”
“Kak, berjanjilah. Meski ibu menahanmu, kau harus tetap pergi!”

Joon Ha mengubah ekspresi mukanya. Dong Joo merasa ada yang aneh dan bertanya, “Apa terjadi sesuatu?”
Joon Ha menghembus nafas panjang “Ternyata sulit menyembunyikan sesuatu darimu.”
“Memangnya apa yang terjadi?”
“Aku tak tahu!” jawab Joon Ha sambil meminum minumannya.
“Apa ada yang salah?” tanya Dong Joo lagi
“Aku bertemu Nenekku!” jawab Joon Ha akhirnya.
“ Apa?”
“Aku bertengkar dengannya di rumah sakit!”

“Apa sampai sekarang kau tetap tidak mau pulang?”
“Dong Joo, ayahku itu baik kan?
Nenekku juga orang yang baik, hanya saja dia suka mengumpat. Bong Woo Ri juga suka melakukannya. Dia bilang aku ini anak brengsek. Lucu kan?” Joon Ha berusaha tertawa, “Melihat mereka dari kejauhan, rasanya mereka itu lucu. Rasanya menyenangkan hidup bersama mereka!” Wajah Joon Ha kembali serius, “Tapi pada akhirnya jika hidup bersama mereka aku menjadi sesak.
Kau menyuruhku menjadi menjadi Kakakmu dan Kakak Bong Woo Ri kan? Tapi bagaimana? Walau bagaimana pun aku tak pernah mengagapnya sebagai adikku. Aku hanya....
Maafkan aku karena hidupnya tak seperti hidupku!
Cha Dong Joo, bisakah kau hidup tanpa aku?” Tanya Joon Ha lalu kembali meminum minumannya.

… … …
Tn Lee keluar kamar membawa bantalnya dan ngomel, “Memangnya orang tidak boleh buang angin?”
Tn Lee akan menutup pintu kamar tapi istrinya melarang, “Jangan menutup pintunya. Apa kau mau membunuhku dengan bau kentut itu.” (Yakin, kalau Woo Rid an Seung Chul menikah, pasti keadaannya mirip sama Tn Lee dan Ny Lee)

Tn Lee langsung tidur di depan TV, “Apa kau pikir omelanmu tidak membuatku hampir mati? Lebih enak tidur diluar!”
Tn Lee nungging dan ia pun mengeluarkan suara kentutnya lagi “Ah lega rasanya...”
Woo Ri yang berada di sana langsung tutup hidung.

… … …
Nenek memandangi Young Gyu yang tertudur pulas, “Young Gyu apa yang bisa kulakukan tanpamu. Aku bisa gila, kalau aku bisa akan kupaksa dia pulang!” Nenek menangis sedih, “Young Gyu, aku bertemu anakmu. Anak yang keras kepala itu. Sifat keras kepalanya tidak hilang sama sekali. Tapi, dia itu kan bukan anakmu kenapa dia sangat mirip denganmu?” Nenek menyentuh wajah Young Gyu, “Dagumu mirip, warna alismu juga. Anakmu masih hidup. Ma Roo masih hidup!”

… … …
Malam-malam Woo Ri ke rumah Dong Joo, ia melihat Dong Joo menyelimuti Joon Ha yang tertidur. Woo Ri tersenyum “Kau terlihat sangat sehat.”

Dong Joo membaca berkas sambil memainkan kantong kacangnya. Woo Ri terkejut kantongnya masih ada. Bukankah kemarin Dong Joo bilang kalau kantong itu sudah dibuang. Woo Ri kesal karena telah dibohongi.

… … …
Esok harinya Woo Ri bersepeda melintasi taman botani untuk mengantar susu. Ia berhenti di rumah Dong Joo dan menaruh 2 kotak susu di depan pintu.
Woo Ri melihat sekeliling rumah yang masih sepi, ia kecewa.
Lalu tiba-tiba ada suara, “Aku menyukainya, aku menyukai Cha Dong Joo. Apa itu yang ada di sepedamu?”
Woo Ri mencari sumber suara, ia mendongak ke atas dan dan melihat Dong Joo ada disana.
Dong Joo lalu turun menghampiri Woo Ri memberikan susu coklat untuk Dong Joo. “Susu ini kuberikan gratis untuk promosi. Selanjutnya kalau mau memesan,  kau harus tanda tangan berkas pemesanan dulu.”
“Aku hanya minum susu putih.
Woo Ri langsung menukarnya, “Kenapa kau hanya minum susu putih? Oh.. mungkin susu putih memang lebih enak.” Woo Ri memalingkan sedikit wajahnya, “Mungkin itu sebabnya wajahmu begitu putih!” ujar Woo Ri setengah bergumam.
Dong Joo tiba-tiba sudah berada di samping Woo Ri membuat jantungnya berdebar-debar. 
“Apa yang kau lakukan?
Panas!” Woo Ri kikuk, ia gugup dan mengipas-ngipas dirinya.
Dong Joo memperhatikan sikap gugup Woo Ri.
“Kenapa?” tanya Woo Ri, ia berusaha menghilangkan rasa gugupnya.

… … tik tok tik tok tik tok … …

“Apa kau menyukaiku?” ujar Dong Joo tiba-tiba.
“Aku? Kenapa aku menyukaimu? Kau sudah gila!” Woo Ri kembali mengipas dirinya dengan tangan.
Dong Joo tersenyum simpul, “Bukankah kau baru saja mengatakan kalau kau menyukaiku?”
Woo Ri mendelik, Dong Joo malah mendekatkan wajahnya ke Woo Ri, “Aku!” sahut Dong Joo. Woo Ri kemudian menunduk berusaha memalingkan wajahnya tapi kepala Dong Joo mengikuti arah kepala Woo Ri.Woo Ri malu-malu mengangguk. 


Dong Joo tertawa, Woo Ri kembali mendelik kesal.
Dong Joo langsung menarik Woo Ri ke dalam rumah.

… … …
Dong Joo mendudukakn Woo Ri didepan piano. Dong Joo minta maaf karena ia tak ingat kalau ia pernah menyukai Woo Ri. Dong Joo ingin Woo Ri memainkan lagu yang pernah Woo Ri ajarkan ke dia. Woo Ri beralasan kalau permainan pianonya tak bagus.
“Piano-ist, waktu pertama kali bertemu kau menyebutku piano-ist. Bukan pianis tapi piano-ist!” Dong Joo merasa itu memiliki makna tersendiri.
Woo Ri berusaha mengingat, “Pasti ada artinya hanya saja aku tak ingat!” batin Woo Ri.

Dong Joo meminta pertama-tama harus merangsang hippocampus dulu kemudian merangsang sel saraf dibagian yang berhubungan dengan ingatan, “Bagaimana menurutmu?”
Woo Ri bingung ia tak mengerti apa yang diucapkan Dong Joo.
“Bagaimana menurutmu?” tanya Dong Joo lagi. 
Woo Ri asal menjawab kalau menurutnya apa yang disusulkan Dog Joo adalah hal yang bagus.
Dong Joo mempersilakan Woo Ri memainkan piano. Woo Ri mendesah pasrah.
Dong Joo memegang kedua bahu Woo Ri dan menatapnya, “Tolonglah aku!” ucap Dong Joo.
Woo Ri seperti terhipnotis, ia akhirnya akan mencoba bagian awalnya saja. Woo Ri melemaskan jemarinya.Woo Ri bermain piano dengan mulut monyong seakan-akan meniup layaknya bermain pianika. Dong Joo tersenyum melihatnya


Woo Ri berhenti dan bertanya, “Apa kau ingat sesuatu?
Dong Joo berbohong sedikit lagi dan meminta Woo Ri memainkannya lebih lama.
Woo Ri kembali memonyongkan mulutnya dan jari kanannya menekan tuts piano. Dong Joo tak tahan ia kembali tertawa, tapi ia berusaha menahan tawanya.
Woo Ri melirik Dong Joo dan Dong Joo langsung bersikap biasa-biasa saja.
“Apa kau sudah ingat?”
Dong Joo tetap meminta Woo Ri terus memainkannya.
Untuk merangsang ingatan Dong Joo, Woo Ri akan memainkannya berulang-ulang. Kali ini Woo Ri mamainkannya lebih baik dan tidak lagi memonyongkan mulut.
Dong Joo terus menatap Woo Ri, ia mengingat ketika ia mengajari Woo Ri bermain pianika dengan nada itu.  Dong Joo lalu ikut memainkan pianonya.
Woo Ri terkejut. Tubuhnya seolah disengat listrik. Ia tidak berani memalingkan wajahnya.


(palingkan saja wajahmu  Noona, biar kalian berciuman secara tidak sengaja. Ayo Noona Woo Ri, kamu bisa!!!)

“Bagian selanjutnya seperti ini kan?” Dong Joo menekan tuts piano. Dong Joo mengambil posisi seolah memeluk Woo Ri dari belakang dengan kedua tangan terletak pada tuts piano. Nada yang Dong Joo mainkan terdengar sangat merdu, jauh lebih baik ketimbang Woo Ri.

“Hey Cha Dong Joo, kau mengganggu tidurku!” Joon Ha muncul tiba-tiba dengan kondisi baru bangun tidur.
Woo Ri terkejut melihat Joon Ha dan langsung menyembunyikan wajahnya, sementara Dong Joo terus memainkan pianonya, ia tidak mendengar seruan kakanya.
Woo Ri melirik ke arah Joon Ha dan spontan ia langsung berdiri. Akibatnya, kepala Woo Ri membentur dagu Dong Joo. Dong Joo langsung terjengkang.


(Yahh… Noona. Bukan seperti ini yang saya maksud. Yang lebih lembut...)

Dong Joo meringis kesakitan memegang bibirnya.
Woo Ri menyalahkan Dong Joo seharusnya Dong Joo bisa lebih refleks lagi, “Kenapa kau tak menghindar?”
“Apa?” Dong Joo tak mengerti maksud Woo Ri.
Woo Ri ingin melihat apa ada yang terluka.
“Apa ada yang berdarah” tanya Dong Joo.
Woo Ri mengecek, “Tidak ada yang berdarah, hanya saja warnanya lebih merah. Karena kulitmu putih jadi terlihat lebih merah, kau harusnya lebih hati-hati!”
“Kau juga harusnya lebih hati-hati!” Protes Dong Joo.
Joon Ha menepuk pelan bahu Dong Joo, memberi tanda akan kehadirannya.
Woo Ri langsung bertanya, “Cha Dong Joo kejadian sebelumnya apa ada yang kau ingat? Apa kau ingat?”
Dong Joo berpura-pura tak ingat dan berterima kasih atas usaha Woo Ri yang membantu mengembalikan ingatannya.
Woo Ri terlihat kecewa karena Dong Joo belum bisa mengingat apa-apa.

... .... ...
Woo Ri bertemu ayahnya di depan rumah Dong Joo. Ayahnya bilang kalau ia bekerja boleh lagi di taman dan bisa datang setiap hari jadi dia bisa melihat bunga setiap hari dan bisa menunggu Ma Roo, bermain dengan Dong Joo dan memberi makan ikan.

Woo Ri penasaran, apa Dong Joo pernah bertanya pada ayahnya tentang dirinya.
Young Gyu menjawab tak pernah, “Apa kau ingin ditanyai?”
Woo Ri berkata tak perlu dan menyuruh ayahnya bergegas kerja.

... ... ...
Nenek tiduran di kamar ia memikirkan Ma Roo yang ia temui dan ia harus memberi tahu Shin Ae. Ia tak peduli sikap Shin Ae nanti.
Nenek kemudian menelepon Shin Ae,
Shin Ae tengah tiduran di kursi, “Ibu ada apa? Aku tidak mau diganggu lagi!” Shin Ae ketus.
“Jangan cerewat dan dengarkan apa yang akan  aku katakan. Kemarin aku bertemu Ma Roo di rumah sakit. Dia bilang sekarang dia punya ibu dan adik. Dia hidup layak tapi ....”
“Ibu, sebaiknya ibu minum obat.” Shin Ae mematikan ponselnya.
“Anak durhaka. Karena ibu seperti inilah Ma Roo lari dari rumah!”
Nenek kembali menelepon Shin Ae tapi Shin Ae tak menjawabnya.
Shin Ae ternyata penasaran juga, apa benar ibunya bertemu Ma Roo.

... ... ...
Shin Ae di rumah sakit, ia bertanya pada petugas reseptionis apa ada pasien yang bernama Bong Ma Roo. Hasilnya negatif. Shin Ae meminta mencarinya sekali lagi karena pernah ada yang melihat dia ada di rumah sakit ini. Petugas berkata walaupun dia terlihat di rumah sakit bukan berarti dia seorang pasien.
Shin Ae kemudian meminta mencarinya didaftar nama dokter.
Petugas kesal dan meminta Shin Ae segera menyingkir karena antrian panjang.
“Kau jangan main-main denganku aku ini istri pemilik Woo Kyung!” Shin Ae emosi.
Petugas tertawa meremehkan dan meminta antrian berikutnya maju tanpa mempedulikan Shin Ae. Shin Ae tambah emosi dan minta di panggilkan penanggung jawab rumah sakit.

... ... ...
Di taman,
Woo Ri meminta bantuan Joon Ha untuk menekan Manajer taman yang belum memberinya upah mengantar susu sebesar 100 dolar.
“Kau tahu pemilik tempat ini kan? Si pemarah yang bisa bersinar dalam gelap. Apa kau mau aku melaporakanmu?” ancam Woo Ri
Manajer Seo mempersilakan Woo Ri melaporkannya ia akan mengecek lagi tagihannya.
Joon Ha tersenyum dan memanggil Woo Ri.
“Ya ampun kakaknya Cha Dong Joo!” Woo Ri pura-pura menyapa padahal ia sudah mengatur semuanya.
Melihat ada kakak dari bosnya, Manajer taman memberi hormat. 
“Kau sudah bekerja keras!” sahut Joon Ha pada Manajer dan meminta Woo Ri ngobrol dengannya. Woo Ri mengiyakan.
Melihat kedekatan Woo Ri dengan keluarga boss-nya Manajer Seo langsung merogoh kantong celana mengambil ponsel dan menelepon seseorang agar membayar upah mengantar susu untuk Woo Ri.

... ... ...
Woo Ri sangat berterima kasih, atas bantuan Joon Ha, ia bisa gajian dan bisa membayar biaya rumah sakit Neneknya.
Joon Ha ingin tahu apa hasil pemeriksaan Nenek bagus.
Woo Ri berkata Joon Ha tak perlu khawatir. Tapi ada berita buruk yaitu Ma Roo belum juga kembali. “Bagaimana Cha Dong Joo bisa kehilangan ingatannya?”
“Kenapa? apa kau sedih karena Dong Joo tak bisa mengingatmu?”
“Bukan. Memangnya kenapa kalau dia tak bisa mengingatku? Kami kan cuma bertemu sebentar!”
“Aku dengar Dong Joo menyukaimu.”
Woo Ri langsung diam dan menunduk malu.
“Benar kan sekarang aku bisa lihat kau pintar sekali berbohong!” sambung joon Ha.
“Tidak, aku punya bukti. Ma Roo melihatnya. (haha... ngarang lagi. Gak tau dia kalau sekarang dia sedang berbicara dengan Ma Roo, hanya saja dengan nama yang berbeda dan dengan fisik yang sudah jauh lebih besar.
“Cha Dong Joo dulu selalu mencariku. Dia bahkan memberiku alamatnya. Dia selalu mengikutiku sampai ke rumahku, ayahku juga bisa bersaksi!”

Joon Ha kemudian mengalihkan pembicaraan, “Bukankah kau berjualan mobil? Apa kau bisa menjual mobil bekas?”
“Bukankah mobil dokter masih baru?”
Joon Ha menyampaikan kalau ia akan kembali ke Amerika, makanya ingin menjual mobilnya.
“ Apa?
Kapan?”
“Kau senang kalau aku pergi?”
“Tidak, tentu saja tidak. Kalau dokter pergi bagaimana dengan Cha Dong Joo?” 
“Kenapa dengan Dong Joo?”
“Dia akan kesepian, kalian sangat dekat!”
“Ini tak adil. Bukankah aku yang akan pergi ke Amerika, tapi kenapa kau terus mengkhawatirkan Dong Joo.”
“Tidak. Sebenarnya aku lebih menyukai dokter dari pada Cha Dong Joo!”
Obrolan terputus, ponsel Woo Ri berdering, Seung Chul menelponnya. Ia bergerak menjauh untuk menjawab telepon.
Joon Ha memandang Woo Ri yang menjauh menerima telepon, “Kau lebih menyukaiku dari pada Cha Dong Joo? Aku tak percaya, kau itu pembohong besar!”
(Mungkin gak kalau Ma Roo juga akhirnya menyukai Woo Ri?)

>> 
“Apa kau merindukanku? Aku pulang dan kau tak mencariku, kenapa?
Aku sudah pergi lagi. Apa kehadiranku tak kau harapkan?” cecar Seung Chul di telpon.
“Tentu saja. Sejak kau tak ada Nenek kesepian di rumah dan harus pergi ke rumah sakit sendirian. Terima kasih!”
“Jangan hanya berterima kasih padaku, selama 10 tahun aku mengerjakan tugas di taman demi kau. Bong Woo Ri semua kesengsaraanmu sudah berakhir!”
Seung Chul kemudian mematikan ponselnya karena Chef sudah datang.
Seung Chul melihat koran dan mengambilnya, tertulis ‘CHA DONG JOO PENERUS WOO KYUNG SETELAH PERGI SELAMA 16 TAHUN MEMULAI BISNIS KOSMETIK SENDIRI’.
“Cha Dong Joo, kau itu belum seberapa!” Seung Chul membanting korannya.

>> 
Woo Ri kembali ke tempat dimana ia meninggalkan Joon Ha, tapi Joon Ha sudah tak ada. Ia celingukan, tapi sepertinya Joon Ha sudah benar-benar pergi.

... ... ...
Chef meminta peserta mengerjakan sesuai resep, “Pikirkan itu seperti kalian belajar 1 tahun!”
Seung Chul menyahut, “Satu tahun? Rasanya seperti 20 tahun. Aku akan membuat pernyataan untuk kalian!”
“Lee Seung Chul kembalilah kenapa tidak ikuti saja resepnya?” ujar Chef.
“Mengingat resep tidak berarti rasanya akan selalu enak. Hal yang paling penting adalah hasrat yang ada di dalam hati. Seharusnya disini kita keluarkan dulu apa yang ada dalam hati kita dan kenapa kita disini!”
“Katakan itu setelah kelas ini selesai” Chef mulai merasa Seung Chul banyak tingkah. 


Slubb!
Seung Chul menempelkan telunjuknya ke mulut Chef. (wakakaka... bener-bener kebanyakan gaya)
“Tidak. Aku akan menggoreng ayam selama 20 tahun dan akan menjadi pemilik toko ayam goreng. Jadi aku harus mengeluarkan apa yang ada dalam hatiku!
Minyak adalah air, ayam adalah bunga. (sambil mengangkat minyak goreng dan paha ayam) Hanya ketika bunga mendapat air yang takarannya tepat, rasa lezatnya akan keluar. Jadi kita perlu ayam yang terbesar dan minyak yang terbaik.
Sampai bisa menggoreng ayam yang terlezat dimasa depan, aku akan bertanggung jawab atas ayam goreng!” ujar Seung Chul bersemangat. Peserta lain pun bertepuk tangan.

... ... ...
Presdir Choi menolak membiayai iklan Taman botani Dong Joo.Ia meminta Dong Joo bersabar karena kondisi keuangan yang belum stabil, dan berjanji akan memberikannya jika waktunya sudah tepat.
“Jadi perusahaan besar tidak melakukan iklan untuk produknya. Sebagai anakmu aku mengerti. Tapi kalau hal ini sampai diketahui pesaing mereka akan meremehkan Woo Kyung!”
Ny Tae mendengarkan perbincangan keduanya sambil membaca koran.
“Itu bisa saja terjadi. Jadi apakah aku harus mendukung Taman botani agar reputasi Woo Kyung tidak turun?”
“Aku mendengar ada rumor yang menyebutkan kalau ayah menghalang-halangi bangkitnya produk Energy Cell.”
“Siapa yang bilang begitu!”
“Hanya rumor. Sekarang aku hanya bisa mengikuti saran Ayah bahwa sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengiklankan Taman Botani!”

... ... ...
Dong Joo mengajak Staf-nya membahas rancana iklan di TV. Dong Joo membawa kantong kacanganya ke kantor.
“Boss bisakah kau simpan kantong kacangmu? Aku tak bisa konsentrasi!” ujar Min Soo
“Aku memerlukannya untuk berkosentrasi” Dong Joo melanjutkan dengan membahasa masalah penjualan dan isi promosi.

Setelah selesai, Dong Joo masuk ke ruangannya. Min Soo yang memperhatikannya, merasa aneh dengan Dong Joo selalu membawa kantong kacangnya.

Dong Joo membaca berkas sambil memainkan kantong kacangnya. Tiba-tiba ada sms masuk. Dari Woo Ri yang meminta nomor rekening Dong Joo, bermaksud mengembalikan uang penjualan lukisan 3 juta won. 
Dong Joo heran karena ia sudah menerimanya dari Seung Chul tempo hari, kenapa Woo Ri ingin mengembalikan uang lagi.

>> 
Woo Ri di tempat kerjanya.
‘Aku tak punya rekening Bank tak usah dikirim!’ ia membaca balasan SMS dari Dong Joo.
“Dia tak punya rekening bank? Tidak mungkin!” Ia kembali mengirim sms pada Dong Joo, ‘Kalau begitu kita bertemu aku tak bisa hidup dengan dibebani hutang!’

>>
“Dia tak bisa hidup?” Dong Joo tersenyum membacanya,
Dong Joo : Tidak bisa bertemu, Aku tidakk punya waktu!
Woo Ri : Bagaimana kalau aku ke rumahmu?
Dong Joo : Lagi?
Dong Joo : Kenapa kau ke rumahku setiap hari?
Dong Joo : Kenapa?
Dong Joo : !!
Dong Joo menunggu sms balasan dari Woo Ri tapi tak kunjung datang, ia pun kembali mengirim sms.

>> 
Woo Ri mengumpat memandang ponselnya, “Dasar kotoran semut!”
Dan sms Dong Joo pun kembali masuk : Aku melihatnya, ‘kotoran semut’ kau mengumpatku. Aku bisa mendengar semuanya. Kita ketemu jam 10 besok di taman!

Hoo!!?!! Woo Ri tertegun, bagaimana dia tau sedang diumpat.

... ... ...
Joon Ha menemui undangan Presdir Choi di kantor Woo Kyung,
“Aku tak menyangka kalau Pabrik Kosmetik Po River itu milikmu”.
“Apa Presdir memanggil saya hanya untuk menanyakan hal itu.”
“Aku hanya sedikit terkejut mengetahui hal itu, aku tak menyangka kau melakukan itu semua untuk Dong Joo. Bukankah kau seorang dokter?”
“Aku tertarik dengan bisnis dan Dong Joo juga tertarik dengan bisnis. Karena itu aku berfikir untuk menginvestasikan uang milik yang aku punya pada Dong Joo. Aku rasa tak akan ada masalah.”
“Kau pandai mengatur uang dan aku yakin kalau jumlah investasimu tidak sedikit.
“Aku juga memliki beberapa saham di Amerika. Bisnis apapun semua dikendalikan oleh Investor. Dengan menjadi Investor kita mudah mengendalikan orang-orang!”
Presdir Choi kemudian memuji kalau Joon Ha mirip dengannya, “Apakah kau lebih tertarik berbisnis dari pada menjadi dokter? Aku lihat kau selalu mendampingi Dong Joo dengan menjadi bayangan Dong Joo.
“ Bayangan?”
“Kau kan mirip denganku. Tapi kalau aku, aku tak akan pernah mau hidup menjadi bayangan orang lain. Apa aku salah?”
Joon Ha tersenyum, “Aku pikir anda keliru. Aku puas dengan kehidupanku yang sekarang. Semakin banyak yang kuinginkan aku tak akan lebih bahagia. Jika merasa cukup maka kau sudah bahagia. Bagaimana pendapat anda?”
“Hubunganmu dengan orang-orang di rumah tanggaku. Istriku, Dong Joo dan kau. Apa kau benar ingin seperti ini terus?”
“Ibu, Dong Joo dan aku sudah satu keluarga, dan aku akan selalu melindungi mereka!”
“Bagaimana kalau ada yang lebih baik dari itu?”
“Aku tak tahu kalau ada yang lebih baik!”
“Kau hanya perlu waktu untuk memikirkannya!”

... ... ...
Presdir masuk mobilnya dan di sana sudah ada Shin Ae. Shin Ae ingin tau tentang Joon Ha.
“Orang-orang seperti itu aku sudah tahu mereka itu bagaimana!” sahut presdir Choi.
“Kau harus hati-hati, “Aku tak suka kehadirannya yang begitu misterius, apa kau sendiri tidak curiga?”
Presdir kemudian tanya pada Shin Ae bagaimana dengan Ma Roo, apa dia menemukannya di Rumah Sakit seperti yang ibu Shin Ae bilang.
Shin Ae menjawab, nihil.

... ... ...
Young Gyu membuka pintu kamar ibunya dan ia melihat ibunya tengah minum alkohol
Menyadari kedatangan Young Gyu, nenek langsung menyembunyikan botol minumannya.
“Ibu apa kau minum lagi?”
“Tidak. Aku tak minum alkohol, pergilah!”
Young Gyu mengambil tulisan dan menempelkan didahi ibunya, ‘Cha’ (tidur).
“Apa ini”'
“Tidur” jawab Young Gyu. Nama keluarga kita tak ada di sini tapi nama Ma Roo ada jelasnya. Young Gyu menunjukan kata yang berarti ‘Ma’.
Nenek terharu, ia senang melihat anaknya sudah mengenal huruf. “Ya Tuhan perlu waktu seumur hidup untuk melihatmu bisa membaca huruf!”
Young Gyu mengatakan kalau Woo Ri memberinya banyak PR dan itu membuatnya pusing. Tapi sejak bertemu dengan Dong Joo ia menjadi suka. “Aku suka main sekolah-sekolahan dengan ikan!”
Nenek menangis, “Ma Roo bilang ayahnya bodoh tapi lihatlah dia begitu pintar. Kalau tahu seperti ini aku tak akan melepaskan Ma Roo pergi!”
Young Gyu heran, “Apa? Apa Ibu bertemu Ma Roo? Apa ibu bertemu dengannya?”
Nenek kemudian berbohong, ia bertemu Ma Roo dalam mimpi.
Young Gyu jadi sedih, “Aku juga ingin bermimpi bertemu Ma Roo. Ibu bagaimana caranya bermimpi? Bagaimana caranya? Aku mau bermimpi. Aku mau bermimpi, aku mau bertemu Ma Roo. Aku mau bermimpi!”

... ... ...
Woo Ri melihat ayahnya tertidur masih mengenakan helm senternya. Woo Ri berniat melepas helm senter itu, tapi ayahnya langsung tersadar meski matanya masih terpejam,
“Ayah apa kau tak tidur? Kalau begitu helm-nya dilepas. Kalau tidak kepalamu akan sakit!”
Young Gyu tak mau melepasnya ia bersikeras berkata sambil memejamkan mata kalau itu tak sakit, “Helm Bong Young Gyu aku paling suka!”
“Oh oh orang tidur kok bisa bicara? Kau berbohong ya, nanti polisi akan menjemputmu!”
Young Gyu langsung melek dan bangun, “Tidak tidak aku tak tidur. Woo Ri ibu bertemu Ma Roo!”
Woo Ri tekejut, “apa!!”
“Dia bertemu Ma Roo dalam mimpi. Aku harus tidur cepat agar bisa bertemu Ma Roo dalam mimpi. Aku selalu tidur setiap hari tapi tak pernah bertemu Ma Roo. Bahkan dalam mimpi-pun dia tak mau menemuiku. Ma Roo tak pernah datang. Tapi ibu bertemu Ma Roo. Benar ibu bertemu Ma Roo. Lalu aku bagaimana? Bagaimana dengan aku?”
Woo Ri tahu kesedihan ayahnya dan ia langsung menghiburnya, “Ayah, ayah. Tunggu, aku sedang marah!” Woo Ri memalingkan wajahnya.
“Kenapa?”
Woo Ri mendelik, “Aku meminta ayah belajar nama-nama keluarga. Tapi ayah tak mau dan beralasan sakit kepala. Tapi kalau nama-nama ikan, ayahnya mau belajar. Ayah lebih suka ikan dari pada putrimu!”
“Tidak, aku suka ikan. Aku juga suka Bong Woo Ri. Aku suka ibu, aku suka Bong Ma Roo, Mong Goon, Seung Chul, Ibunya Seung Chul, jari Bong Youn Kyu, jari Cha Dong Joo, Cha Dong Joo. Aku suka semuanya!”
“Kenapa ayah menyukai Cha Dong Joo?”
“Cha Dong Joo itu baik. Dia seperti Mi Sook, mirip. Itulah kenapa aku menyukainya!”
“Ibu? Mereka tak mirip!”
“Tidak tidak mata Mi Sook dan mata Cha Dong Jo,o mereka sama persis. Mi Sook tak bicara tapi Dong Joo bisa bicara!”
Young Gyu menyalakan senter helm dan memandang foto keluarganya, “Benarkan Mi Sook? Haruskan aku mengajari Cha Dong Joo bahasa isyarat?”
Woo Ri menatap aneh.

... ... ...
Woo Ri berjalan sendirian di taman, ia memandang jam tangan yang terpasang di tas gendongnya. Ia kemudian melihat ayahnya lari-lari di taman. Woo Ri ingin memanggil tapi tak jadi, ia melihat ayahnya menghampiri Dong Joo.

Young Gyu menunjukkan kalau Dong Joo salah dalam berkebun.. Dong Joo mengerti dan langsung mempraktekannya, “Selajutnya apa?”
“Menyiram tanaman!” Jawab Young Gyu. “Karena tak ada hujan mereka kehausan, tapi ini sulit!”
Dong Joo merebut selang airnya,  “Aku bisa melakukannya.”
Young Gyu merebut kembali selang airnya, “Jangan kau tak bisa, putik bunganya akan gugur. Tidak boleh!”
“Aku bisa!”
“Kalau kau tak mau mendengarkan, maka aku akan menyebutmu dengan sebutan bayi.” (haha... ajaran si Woo Ri neh!)
“Bolehkah aku menyiram sekali saja. Aku bisa!” pinta Dong Joo penuh harap.
“Cha Dong Joo kalau kau tak mendengarkanku namamu akan kutulis dan kutempel di pohon itu. Jangan seperti ikan-ikan yang tak mau mendengarkan!”
Dong Joo mengeja namanya, “Namaku Cha Dong Joo!”
“Aku tahu huruf ‘Cha’. Tapi ia tak tahu huruf selanjutnya.”
“Karena kau tak bisa menuliskan namaku jadi aku tak perlu mematuhimu!” Dong Joo berusaha merebut selang airnya tapi Young Gyu melarang.
Young Gyu pergi akan menyiram, sebelum pergi ia menjulurkan lidahnya. Dong Joo tertawa.
Dong Joo melihat jam tangannya, ia teringat janji bertemu Woo Ri.
Sebelum pergi ia memandang bunga yang ada di depannya. Dong Joo menutup kedua telinga dengan tangan matanya terpejam, “Apa maksudmu terima kasih?” Dong Joo bicara dengan bunga. Dong Joo membuka matanya dan tersenyum.

Woo Ri tercengang melihatnya, apa Dong Joo sudah mulai mengingat sesuatu. Mata woo ri mulai berkaca kaca.

Dong Joo kembali melihat jam tangannya, ia sudah hampir terlambat dan langsung bergegas.


“Cha Dong Joo!” teriak Woo Ri.
Dong Joo tak melihatnya, ia tak tahu kalau Woo Ri berteriak memanggilnya. Dong Joo mempercepat langkahnya.
“Cha Dong Joo!” Woo Ri kembali berteriak berjalan tapat di belakang Dong Joo. “Cha Dong Joo, jawab aku!” Air mata Woo Ri menetes. “Kau tak mengatakan kau suka padaku, aku sudah berbohong. Aku bilang aku bohong!” Woo Ri terus berteriak.
Dong Joo terus berjalan.
Woo Ri menangis dan kembali berteriak, “Apa kau tak mendengarku? Kau bilang kau bisa mendengar suaraku!” “Cha Dong Joo, CHA DONG JOO!!!” Woo Ri terus berteriak.
Dong Joo masih terus berjalan dan menyungging senyum cerah.
“Cha Dong Joo!” Woo Ri bergumam pelan, berhenti mengejar Dong Joo.


>> Episode Selanjutnya …