Cari Blog Ini

Kamis, 30 Agustus 2012

Sinopsis Drama ‘Can You Hear My Heart’ episode 4 @ Indosiar

Sinopsis Drama ‘Can You Hear My Heart’ episode 4 @ Indosiar [teks Indonesia]




[ web/page ringan, bisa dibaca di Ponsel/HP]
 
Mi Sook berada di dapur menyiapkan makanan, ia memandang luka di telapak tangannya yang sudah dibalut dengan kain. Putrinya datang dan langsung memeluknya dari belakang, “Ibu aku minta maaf!” Mi Sook kecil memberikan bunga untuk ibunya.


Mi Sook kecil mengatakan rahasia Ma Roo. “Kak Ma Roo sebenarnya tidak mendengarkan musik dari earphone-nya, dia hanya meletakkannya di telinga supaya tak ada yang mengajaknya berbicara, dia tak mau bicara pada Nenek, Ayah, aku setiap hari dan di sekolah!”
“Ini rahasia!” Mi Sook kecil mengingatkan. Ibunya berkata dengan bahasa isyarat kalau ia juga memiliki rahasia.
“Benarkah? Ibu juga punya rahasia? Apa itu?”
Nenek masuk ke dapur dan bertanya pada menantunya apa tidak berangkat ke pabrik. Mi Sook menjawab dalam bahasa isyarat kalau ia harus menyiapkan makanan terlebih dulu.
Mi Sook kecil masih penasaran ibunya memiliki rahasia dan bertanya rahasia apa. Dengan bahasa isyarat Mi Sook berkata kalau ia akan membuat taman bunga di halaman rumah.
“Benarkah?”
Nenek ikut menyahut, “Ada apa?”
“Bukan apa-apa!” jawab Mi Sook kecil.
Sambil berbisik Mi Sook kecil tanya pada ibunya kapan ibunya akan melakukan itu. Mi Sook menjawab kalau hari sudah hangat. Keduanya tersenyum.

Dong Joo masih belum sadar, Shin Ae menungguinya hingga ia sendiri tertidur karena kelelahan. Tapi setelah terdengar suara ada yang masuk ia segera bangun dan membacakan buku cerita untuk Dong Joo. Tae Yeon Suk datang dan bertanya kenapa Shin Ae masih disana dan menyuruhnya pulang. Shin Ae beralasan kalau ia tak bisa meninggalkan Dong Joo dalam keadaan seperti ini.
Shin Ae mengambil kantung milik Dong Joo dan bertanya pada Dong Joo apa ini, “Ini kan mainan anak perempuan?”
Tae Yeon Suk memandang tajam Shin Ae kemudian bertanya, “Anakmu laki-laki atau perempuan?” 
Dengan agak canggug Shin Ae menjawab “Laki-laki”
“Berapa usianya?”
“Ah… Ibu. Aku mohon jangan membicarakan tentang aku lagi. Lebih baik kita pikirkan Dong Joo.”
Shin Ae menggenggam tangan Dong Joo, “Dong Joo jangan menyusahkan ibumu bangunlah!”

Mi Sook pergi ke sebuah toko jam tangan, sebelum masuk ia memeriksa uangnya terlebih dahulu. Ia membeli sebuah jam tangan untuk Ma Roo sebagai pengganti jam tangan yang rusak.

Mi Sook menyimpan jam tangannya di loker pabrik.

Setelah menerima telepon Manajer pabrik mengumumkan kalau malam ini para buruh harus bekerja lembur dan meminta semuanya untuk segera menghubungi orang rumah.
Salah satu buruh protes kenapa tiba-tiba. Manajer mengancam yang tidak mau bekerja silakan pergi, banyak yang masih mau bekerja. Buruh yang lain berkata kalau dilanjutkan mesin akan kepanasan. Menajer tak peduli dan berkata kalau bos marah karena produksi mereka kurang mencukupi.
Mi Sook meminta tolong pada rekannya untuk menghubungi keluarganya di rumah.

Mi Sook kecil belajar memainkan pianika. Ayah dan Neneknya membersihkan daun bawang. Young kyu memuji kalau putrinya sangat pintar memainkan piano.
“Yang penting dia tidak boleh memainkannya ketika malam hari karena akan mengganggu orang.” Ujar nenek
Telepon berdering Nenek panik dan melarang Mi Sook kecil mengangkatnya, ia takut kalau itu telepon dari Shin Ae.
Nenek manjawab telepon, ternyata itu dari teman Mi Sook di pabrik yang mengatakan kalau Mi Sook akan pulang malam karena lembur.
“Sepertinya Ibu tidak bisa pulang! Lalu apakah kita harus menjemputnya?” tanya Ayahnya. Mi Sook kecil mengagguk senang.

Keduanya berjalan bergandengan menuju pabrik Woo Kyung yang ada di daerah mereka. Keduanya bersenda gurau sambil membawa bekal makan malam untuk Mi Sook.
Mi Sook kecil menceritakan niat ibunya yang ingin membuat taman bunga, “Ibu ingin menanam banyak bunga!” Young Kyu berseru pasti sangat cantik.
“Ini rahasia hanya kuberitahu pada ayah. Karena kau ayahku!”
“Ya, karena aku ayahmu!”
“Kalau nanti sudah berbunga, bunganya akan ia jual di pasar dan ibunya tak perlu bekerja di pabrik lagi.”

Di pabrik Mi Sook mencium bau yang aneh, ia mengatakannya ini pada seorang buruh pria. Tapi karena tak mengerti bahasa isyarat Mi Sook buruh itu hanya menyuruh Mi Sook cepat bekerja. Mi Sook terus menunjuk hidungnya. Manajer datang dan memarahi buruh pria tersebut.

Dan di salah satu ruang mesin terjadi konsleting. Di salah satu mesinnya memercikan api dan mulai membakar yang ada di sekelilingnya. Terjadi sebuah ledakan. Dengan cepat api menjalar ke sekeliling ruangan. Kemudian terdengar sirine tanda kebakaran. Ia dan rekan bisnisnya segera keluar.
“Kebakaran.... Kebakaran!” Manajer pabrik terus berteriak menyuruh semua buruh keluar.
Mi Sook yang tak bisa mendengar hanya diam saja, tapi ia bisa mencium aroma asapnya. Ia pun menoleh ke samping dan dilihatnya semua rekannya berhamburan berlarian. Ia pun ikut panik dan melihat lampu sirine tanda kebakaran menyala. Mi Sook segera lari keluar.
‘Jam tangan Ma Roo’, Mi Sook berhenti, ia teringat dan kembali masuk ke dalam.

Young Kyu dan Mi Sook kecil berjalan riang menuju pabrik, keduanya heran melihat ada keramaian di pabrik, “Apa itu? Apa mereka sudah selesai?”
“Asap.... Ada kebakaran!” teriak Mi Sook kecil.
Mi Sook kecil teringat ibunya. Ia mulai panik dan berlari ke arah kerumunan para buruh mencari ibunya, “Ibu... Ibu... Ibu...!”
“Mi Sook... Mi Sook!” teriak Young Kyu ikut panik.

Manajer tanya ke buruh apa semuanya sudah keluar dan meminta mematikan semua mesin. Young Kyu dan Mi Sook kecil tak menemukan Mi Sook diantara buruh yang sudah ada di luar. Ada yang menyenggol Mi Sook kecil hingga membuat bekal makanannya jatuh berantakan dan diinjak orang.
Mi Sook masuk ke ruang loker untuk mengambil jam tangan yang ingin ia berikan pada Ma Roo. Tiba-tiba lampu padam Mi Sook panik dan segera keluar tapi api menahannya ia terjebak. Mi Sook mencoba mencari jalan lain untuk keluar.

Presdir Choi tiba di lokasi dan bertanya pada Manajer apa yang terjadi. Manajer mengatakan kalau ia tak tahu dan tiba-tiba terjadi kebakaran, tak ada tanda-tandanya.
Young Kyu menghampiri Presdir Choi, “Apa kau pemiliknya?”
Presdir Choi mengacuhkannya.
“Mi Sook tak ada di sini!” sahut Young Kyu pada Presdir Choi.
Presdir Choi tetap tak peduli. Ia membentak manajer, “Apa kau mau membiarkan seluruh bangunan terbakar?”
Young Kyu terus memohon pada Presdir Choi agar menemukan Mi Sook, “Aku saudaranya Shin Ae!” teriak Young Kyu. “Tolong temukan Mi Sook di dalam!”
Presdir Choi memandang Young Kyu yang terus memohon padanya. Tapi pengawal Presdir Choi menyeret Young Kyu.
Mi Sook kecil dan Young Kyu akan masuk ke dalam tapi beberapa buruh pabrik menahannya.
Mi Sook kecil bisa lolos dari penjagaan ia pun langsung masuk ke dalam pabrik.
Mi Sook memeluk jam tangan yang dibawanya, ia berusaha menghindari api. Ia mencoba melewati sebuah pintu tapi tak bisa dilewati karena sudah tertutup api.
Mi Sook berputar putar kebingunangan ia kemudian terjatuh. Ia ingin berteriak minta tolong apa daya ia tak bisa melakukannya.
“Ibu... Ibu... Ibu...!” Mi Sook kecil berusaha mencari ibunya diantara kepulan asap.
Young Kyu meronta melepaskan diri dari penjagaan dan segera masuk ke dalam pabrik menyusul Mi Sook kecil.
“Keluarlah, aku yang akan mencari Mi Sook.” Ucap ayahnya.
Mi Sook kecil kemudian melihat ibunya sudah sesak nafas. Young Kyu dan Mi Sook kecil akan ke sana tapi api semakin membesar.

Sementara di rumah sakit tangan Cha Dong Joo mulai bergerak. Ia menjatuhkan kantung yang diletakkan di telapak tangannya.

Yong Gyu dan Mi Sook kecil memanggil-manggil Mi Sook, tapi tidak didengarnya. Mi Sook kecil kemudian melepas sepatu dan melemparkan sepatu itu ke arah ibunya, agar ibunya tahu kalau dirinya datang untuk menolong.
Mi Sook melihat putri dan suaminya datang. Mi Sook kecil memberi kode ke ibunya untuk cepat keluar, “Ibu cepat ke sini!”
Mi Sook berusaha berdiri tapi tiba-tiba pintu pabrik bergerak ke bawah akan menutup ruangan. Melihat di tangannya ia tak membawa jam tangan, Mi Sook kembali berbalik mengambil jam tangannya.
Pintu semakin menutup ke bawah, benda-benda dari atas mulai berjatuhan mengahalangi Mi sook dan membuatnya terjatuh.
Mi Sook kecil terus berteriak, “Ibuuuuuuuuu.....!”
Dan pintu pun menutup....

Nenek menjahit selimut di rumah. Kemudain terdengar panggilan dari Myung Gyun dan istrinya.
Nenek dan Ma Roo keluar, “Ada apa?” tanya Nenek.
Ny Lee tanya “Dimana, dimana menantumu?”
“Tentu saja ke pabrik “ jawab Nenek.
Myung Gyun dan istrinya cemas, “Ya Tuhan, Bagainana ini? Pabriknya kebakaran!”
Nenek dan Ma Roo shock mendengarnya. Ny Lee mengajak Nenek cepat bergegas ke sana.

Mi Sook dibawa ke rumah sakit. Dokter memberi bantuan oksigen karena Mi Sook terlalu banyak menghirup asap.
Mi Sook kecil menangis melihat ibunya, “Ibu apa kau melihatku?”
Young kyu meminta Mi Sook melihat ke arahnya. Young kyu menyanyi lagu ‘Di padang rumput yang biru’ sambil cemas.
Perawat ngomel meminta Young Kyu keluar karena menganggu pekerjaannya. Young Kyu tak peduli.
“Ayah, ibu tersenyum!” teriak Mi Sook kecil. Melihat istrinya tersenyum Young Kyu makin semangat menyanyi.
Mi Sook menyingkirkan oksigen, ia ingin melihatnya dengan leluasa. Nafasnya masih tersengal-sengal.
“Ayah, Ibu ingin mengatakan sesuatu?” air mata Mi Sook kecil terus mengalir. Young Kyu mendekat tapi dokter meminta jangan terlalu dekat dengan pasien.
Mi Sook berkata dengan bahasa isyarat, ia menyatukan kedua telunjukanya. Young Kyu dan Mi Sook kecil mengerti maksudnya.
“Bersama.. bersama. Aku mengerti!” sahut Young Kyu.
“Ya ibu, bersama!” sahut Mi Sook kecil terus meneteskan air mata.
Mi Sook meraih tangan suami dan putrinya, ia menggenggamkan kedua tangan orang yang disayanginya itu. Mi Sook seakan ingin bicara tapi apa daya ia tak mampu berkata-kata.
“Ibu... Ibu... Ibu...!” teriak Mi Sook kecil.
Mi Sook terharu air matanya menetes dan mulai menutup matanya.
Mi Sook kecil teriak, “Ibu jangan menutup matamu, buka matamu nanti kau tak bisa mendengarku!”
“Mi Sook lihat kami bersama!”
“Ibu... ibu... ibu..!” Mi Sook kecil terus menangis.
Nenek, Ma Roo, Myung Gyun dan istrinya tiba di rumah sakit. Nenek memandang Mi Sook, ada apa dengan dia?
“Pasien dinyatakan meninggal pukul 20.00. Maaf, kami sudah berusaha.”
“Tidak ibu.. Tidak.. buka matamu!” ucapnya sambil menguncang-guncangkan tubuh ibunya.
“Menantu.. menantu..!” teriak Nenek jatuh lemas.
Ny Lee tak kuasa menahan tangisnya, tak terkecuali Ma Roo.

Di luar rumah sakit, setelah mengetahui salah satu buruhnya meninggal, Choi Jin Chul melimpahkan kepada manajer untuk bertanggung jawab dengan beberapa dalih. Ia ingin lepas tangan.

Sang manajer juga tidak mau dipersalahkan dan mengatur siasat agar Yong Gyu yang dipersalahkan. Mereka berdalih, Mi Sook penyebab kerugian besar pabrik karena Mi Sook tidak mengindahkan peringatan sirine dan karenanya pihak pabrik melakukan upaya tuntutan. (dalih yang terlalu dibuat-buat)

Di kantor polisi, Ma Roo maju sebagai juru bicara ayahnya, “Ada yang meninggal dan uang pertanggunjawaban? Kenapa harus begitu?”
Young kyu duduk di kursi dangan tangan terborgol. “Lepaskan ini, aku harus menemui Mi Sook. Lepaskan ini lepaskan ini!”
“Kemana? Apa kau ini sakit jiwa?” sahut Manajer.
Polisi meminta Young Kyu dan Manajer diam. “Baik Mi Sook maupun pabrik keduanya bersalah, kami membandingkan keterangan kedua pihak. Pabrik menginginkan biaya kompensasi!”
“Apakah ada bukti kalau ibuku yang berbuat kesalahan?” tanya Ma Roo.
Manajer membantak, “Semua karyawan pabrik saksinya. Alarm berbunyi tapi ibumu malah masuk ke dalam dan api bertambah besar. Seluruh karawan bisa dipanggil untuk bersaksi!”
Young Kyu memeluk putranya dan meminta Manajer jangan membentak Ma Roo.
“Ibu tidak memulai kebakarannya kan?” Ma Roo meminta ayahnya menjelaskan apa yang terjadi.
Young Kyu berfikir, “Aku tak tahu, aku tak tahu. Aku menyusulnya dan pintunya bergerak menutup. Orang itu (menunjuk manajer pabrik) dan orang yang kuberi kimchi,  mereka tak mau mendengarku!”
Manajer emosi, “Kenapa kimchi dibawa-bawa. Aku bisa gila!” Manajer merasa mendapat celah.
Ma Roo meminta ayahnya menjelaskan lebih jelas lagi.
Polisi berkata kalau ia sudah menyelidiki tempat kejadiannya, “Area tempat ibumu pingsan ada banyak drum!”
“Aku tahu, itu mudah meledak!” sahut Manajer.
“Siapapun bisa berada di sana.”
Manajer kembali membentak, ‘”Kalau tak tahu apa-apa jangan bicara. Ibumu kembali untuk mengambil ini. ” Lalu manajer menunjukan bungkusan. Ma Roo membukanya. Dia melihat jam tangan yang masih baru.
Young Kyu kebingungan ia hanya bisa memukuli dahinya. Ma Roo terdiam menatap jam yang dibeli ibu barunya itu.
Myung Gyun dan Nenek mengintip dari luar dan melihat Young Kyu memukuli dahinya. Nenek cemas melihat putranya, “Aku harus masuk. Buka pintunya!”
Myung Gyun menarik Nenek dan memintanya diam.
“Ibu... ibu...” tangis Mi Sook kecil jongkok meratapi ibunya.
Nenek kesal melihatnya dan memebentak, “Diamlah! Bangun. Pergi. Aku tak mau melihatmu lagi! Kau masih mengganggu walaupun dia sudah meninggal, apa kau pikir aku menikahkan mereka untuk melihat hal yang seperti ini? Aku tak mengenalmu dan ibumu. Pergi! Young Kyu akan semakin menderita kalau bersamamu. Pergi. Pergi!”
Tangis Mi Sook kecil semakin menjadi, “Nenek maafkan aku. Aku yang salah. Aku yang salah!”

Shin Ae tiba di kator polisi, “Ibu!” panggilnya. Nenek terkejut melihat putrinya datang, “Shin Ae kenapa kau kemari?”
Mi Sook kecil langsung jongkok bersandar sambil menangis. Shin Ae menatap Mi Sook kecil dengan tatapan kesal. Shin Ae langsung melihat ke dalam dan dilihatnya Ma Roo berada di dalam sana.

Ma Roo masih termenung menatap jam tangan yang sekarang ada di tangannya.
“Hey kenapa diam saja!” kata Manajer pabrik, ia kemudian menerima telepon. Selesai menerima telepon Manajer minta ijin pada polisi agar diizinkan bicara dengan Ma Roo.
“Presdir kami menganggap ini kejahatan, ayahmu harus dipenjara. Kau tidak akan sanggup melawan orang yang memiliki kekuasaan. Presdir kami sudah pernah kau temui ketika kau menerima beasiswa. Kau diberi kesempatan memohon maaf padanya!”
Ma Roo teringat ketika ia menerima beasiswa dan mendengar apa yang diucapkan Choi Jin Chul.
Ia juga mengingat ketika Choi Jin Chul mengusirnya ketika ia berkunjung ke rumah untuk mengambil beasiswa yang tertinggal. “Kalau aku tak bersalah kenapa aku harus minta maaf?”
‘Apa kau akan membiarkan ayah dan Nenek menderita. Apa bisa kau membayar biaya kompensasinya.”
“Kenapa harus aku? Bukan aku yang membuat kebakaran!”
“Ibumu sudah meninggal dan ayahmu akan dipenjara. Apa yang bisa kau lakukan? Lebih baik kau berlutut memohon ampun. Dengan begitu kau tak perlu membayar biaya kompensasi. Redakan amarah Presdir sebelum ayahmu masuk penjara atau rumah sakit jiwa!”
Ma Roo berdiri marah, “Lakukan semaumu. Masuk penjara atau rumah sakit jiwa!” Ma Roo langsung pergi dari sana mengacuhkan panggilan ayahnya.

Ma Roo menarik Mi Sook kecil keluar, “Ikut denganku!”
Mi Sook kecil tanya apa kita akan ke ibu? Bagaimana dengan ayah? Kita harus selalu bersama ayah. Kita harus selalu bersama dengan ayah. Ma Roo terus menariknya, Mi Sook kecil meronta. Ma Roo meminta Mi Sook kecil berhenti bicara seperti itu, “Bagaimana dia bisa menjadi ayahmu? Sampai sekarang dan di masa depan dia tak akan bisa berbuat apa-apa untukmu. Jadi jangan temui dia dan jangan mencarinya!”
Ma Roo mengancam kalau Mi Sook kecil terus seperti itu ia akan meninggalkannya.
“Tidak mau!” Mi Sook kecil melepaskan tarikan tangan Ma Roo. “Aku harus selalu bersama Ayah!” ucap Mi Sook sambil menangis.
“Bersama, bersama dengannya. Aku sudah berjanji pada ibu. Kakak, aku mohon jangan pergi. Ayah, Kakak kita harus bersama. Ayo kita melihat ibu!”
“Aku tak mau!” Kenapa harus berjanji seperti itu dihadapan orang mati” teriak Ma Roo.
Ma Roo akan lari tapi ia melihat Tae Yeon Suk berada di dalam mobil (Tae Yeon Suk mengikuti Shin Ae). Tae Yeon Suk mengingat kejadian dimana Ma Roo mengaku sebagai putra dari Bong Young Kyu. Sedangkan Bong young Kyu adalah saudara Shin Ae. Tae Yeon Suk tahu kalau Ma Roo putra dari Shin Ae.
Mi sook kecil memohon, “Kakak jangan pergi!”
Ma Roo menatap tajam Tae Yeon Suk. Tae Yeon Suk langsung menjalankan mobilnya pergi dari sana. Ma Roo akan mengejar tapi Mi Sook kecil menariknya.
Ma Roo menggenggam tangan Mi Sook kecil ia menitipkan jam tangannya, “Tunggu di sini aku akan kembali!” Ma Roo berlari mengajar mobil Tae Yeon Suk.
Mi Sook kecil mengejar Ma Roo hingga terjatuh tersungkur, “Kakak, kakak, kakak, Jangan pergi!”

“Tunggu ada yang mau kusampaikan!” Ma Roo terus mengejar mobil Tae Yeon Suk dengan berlari.

Sementara di rumah sakit…
Tangan Dong Joo bergerak, perlahan-lahan ia mulai membuka matanya. Ia melihat seorang perawat masuk. Perawat mengamati Dong Joo, “Bisakah kau melihatku? Apa kau tak apa-apa?”
Dong Joo akan membuka penutup oksigennya tapi perawat melarang. Dong Joo memaksa membukanya.
“Dong Joo, Dong Joo apa kau tak apa-apa?”
Dong Joo memandang gerak bibir perawat. Ia kemudian merasakan sakit di kepalanya dan menjerit.

Tae Yeon Suk tiba di rumah sakit, ia langsung bergegas. Ma Roo tiba setelahnya menggunakan taksi, ia bergegas keluar tanpa membayar ongkos taksi.

Dong Joo meronta-ronta. Tae Yeon Suk sampai di kamar rawat putranya, “Dong Joo ini Ibu!”
Dong Joo memandang ibunya bicara dengannya, tapi tak ada suara yang sampai ke telinganya. Ia hanya melihat gerakan bibir ibunya.
Dong joo ketakutan ia langsung memeluk Ibunya erat-erat. “Ibu.. ibu.. ibu.. ibu.. ibu..” ucap Dong Joo.
Tae Yeon Suk menenangkan putranya, ia berusaha melepaskan pelukan Dong Joo tapi Dong Joo tak mau melepaskan pelukannya.
Dokter berkata kalau ia harus menyuntikan obat tidur. Tae Yeon Suk menolak, “Dia baru sadar jangan membuatnya tidur lagi!” ia meminta semuanya keluar.
Dong Joo terus mengulang memanggil ibu.
Ma Roo sampai di ruang rawat Dong Joo. Ia terkejut melihat Dong Joo berada di rumah sakit sebagai pasien.

Dong Joo melepaskan pelukannya. Tae Yeon Suk memandang putranya, “Dong Joo Kau sudah sadar!”
Dong Joo mengamati apa yang ucapkan ibunya. Terasa sepi di telinganya padahal ibunya berulang kali menggerakkan bibir. Dong Joo menggelangkan kepalnya, “Aku tak bisa!” ucapnya sambil menangis.
“ Apa?”
“Aku tak bisa mendengarmu Bu! “Ibu aku tak bisa mendengar apa-apa!”
“Dong Joo kenapa kau seperti ini?”
Dong Joo mengguncangkan tubuh ibunya, “Ibu jangan bercanda bicaralah. Besuaralah. Aku tak bisa mendengarmu. Kata-katamu, aku tak bisa mendengar. Aku tak bisa mendengarnya!”
Sadar apa yang terjadi dengan putranya tae Yeon Suk langsung memeluknya. “Tidak. Tidak mungkin bisa seperti itu. Tidak mungkin, tidak mungkin!”
Ma Roo masih berdiri melihat dan mendengar semuanya.

Shin Ae menemui Presdir Choi. “Choi Jin Chul kau sungguh biadab. Young Kyu akan dipenjara dalam waktu yang lama karena ada yang menuntutnya!”
“Bawa Ma Roo padaku. Anakku atau bukan dia harus dites dulu!”
“Aku tak akan melakukan kata-katamu. Kalau kau mau menemui anak ini seharusnya kau memeberi tahuku dulu, menyelinap dari belakang dan akan memanggil anak itu. Apa kau pikir aku akan diam saja?”
“Memangnya apa maumu?”
“Aku ibu kandung Ma Roo. Perempuan yang melahirkan anakmu!”
“Bukankah sudah jelas, bawa anak itu kemari!” bentak presdir Choi.

Tae Yeon Suk menemani putranya tidur, Dong Joo terlihat lebih tenang.
Ma Roo yang dari tadi berdiri di sana kemudian berlutut dan mulai menitikkan air matanya,  “Sekali ini saja, Tolonglah aku! Kau pernah bilang aku bisa menemuimu jika sedang kesulitan. Ini untuk yang pertama dan yang terakhir. Aku tahu kau dalam situasi yang sulit. Tapi aku tak bisa minta tolong pada siapapun. Tolonglah ayahku. Maafkan aku, tolonglah aku!”
Tae Yeon Suk tidak bergeming untuk beberapa saat, terlihat sedang berfikir. Hingga akhirnya, “Ma Roo kemarilah!” Tae Yeon Suk meminta Ma Roo mendekat padanya.
Ma Roo berdiri dan berjalan mendekat.
Tae Yeon Suk menggenggam tangan Ma Roo. Ma Roo menangis melihatnya.
“Apa kau mau menjadi anakku?”

Young Kyu dan Mi Sook Kecil ditemani Myung Gyun dan istrinya ke danau. Mareka akan menaburkan abu Mi Sook. Young Kyu terus memeluk erat abu Mi Sook sambil menangis.
Ny Lee tak tahan melihatanya dan turut menangis, “Berhentilah menangis. Cepat taburkan!”
“Sebentar lagi!” pinta Young Kyu. Ia masih takut kalau Mi Sook akan kesepian.
“Ibu ibu..!” Tangis Mi Sook kecil sambil melihat abu ibunya. Young kyu meminta Mi Sook kecil menunjukan sesuatu pada ibunya.
Mi Sook kecil menunjukan berkas kalau ia sudah masuk sekolah, “Aku tinggal bersama ayah. Tidak pindah-pindah lagi, ibu aku merindukanmu!”
Sambil terus menangis Young Kyu mulai menaburkan abu Mi Sook ke danau, “Mi Sook aku merindukanmu!"
Lee Myung Gyun terharu ia tak tahan lagi dan menutup wajahnya.
Ny Lee menghibur, “Dia akan melihatnya. Ibumu pergi ke surga, nanti kau akan menemuinya!”
“Ibu tunggulah aku, sampai bertemu lagi. Kita akan bertemu lagi!”
“Mi Sook pergilah, tapi jangan melupakan kami, aku akan menemuimu lagi. Jangan lupakan kami. Pergilah dengan tenang!” Yong Gyu diantara isak tangisnya.
Mi Sook kecil menabur bunga kemudian ia berdiri menatap langit dan berbicara sambil menggunakan bahasa isyarat, “Ibu aku mencintaimu. Kau tak boleh melupakanku!”
Young Kyu ikut berdiri dan menatap langit, “Mi Sook lihatlah kami, kami bersama. Bersama!”
Young Kyu dan Mi Sook kecil memperagakan bahasa isyarat menandakan mereka akan selalu bersama, “Kami akan selalu bersama!”

Satu tahun kemudian….
Mi Sook kecil lari-lari ia melihat jam tangannya. Jam tangan milik Ma Roo dititipkan padanya. Ia berlari menuju kantor polisi, ia memberi hormat pada polisi yanga ada di sana. Polisi berkata kalau mereka belum memiliki kabar mengenai Ma Roo, “Kemarin ada kecelakanan mobil mereka menemukan anak berusia 12 tahun tapi bukan Ma Roo!”
“Nenek aku pulang! Aku akan masuk sebelum kau selesai berhitung sampai 100!” Mi Sook kecil segera masuk ke dapur.
Nenek memandangi foto keluarganya, ia sedih Ma Roo menghilang. Yang Nenek lakukan hanya meminum alkoholnya, “Dimana kau? apa yang sedang kau lakukan?”
Mi Sook kecil masuk membawakan Nenek makan, “Nenek kau seharusnya makan, bukannya mabuk!” Mi Sook kecil merebut botol minuman Nenek.
“Memangnya apa urusanmu?”
“Kau tak boleh minum alkohol. Kau harus makan. Aku harus ke pasar, ayah juga lapar!”
“Kenapa aku nenekmu? Cari Ma Roo dan bawa dia ke sini. Ma Roo pergi karena kau!”
“Kakak akan pulang, dia sudah berjanji! Dan aku ini cucumu. Putri ayah! Lihat namaku tertulis Bong Woo Ri!” ucap Mi Soook kecil memperlihatkan sebuah kertas pada nenek dan mengucapkan namanya.
“Nenek kau tak bisa menyangkal lagi!” sahut Woo Ri sambil tersenyum.
“Kau ini seperti permen karet!” sahut nenek akan memukul Woo Ri dengan sendok tapi karena mabuk pukulannya tak kena Nenek sempoyongan.
“Karena kau mabuk kau jadi loyo dan pikun!” Woo Ri membantunya duduk dengan benar.
“Anak lancang! Pergi kau!” Nenek akan memukul Woo Ri lagi.
“Apa kau tak menyukaiku? Woo Ri merebut sendok yang tadi digunakan Nenek untuk memukulnya. Ia menyendok nasi dan ia berikan itu pada nenek.
“Makanlah nasi ini lalu aku akan pergi!” ucap Woo Ri.
“Baiklah aku akan makan semua. Setelah itu kau pergi!”
Shin Ae datang dan kesal melihat Woo Ri masih di sana, “Ibu dalam situsi seperti ini kau masih bisa makan?”
Nenek tersedak.
Woo Ri berdiri menawari Shin Ae nasi, “Bibi apa kau mau kuambilkan nasi!”
Plak! Shin Ae memukul dahi Woo Ri hingga terjatuh, “Kau pergilah!”
“Kenapa kau memukulnya” bentak nenek.
“Bukankah sudah ku suruh menyingkirkannya? Setiap melihatnya darah tinggiku kumat! Keluar dari sini!” Bentak Shin Ae.
“Aku akan pergi setelah Nenek menghabiskan nasinya!” ucap Woo Ri lirih.
“Liihatlah ini, kau memang pintar.” Sindir Shin Ae. Shin Ae menyuruh ibunya bersikap layaknya orang kaya agar Ma Roo kembali.
Shin Ae lalu menatap tajam ibunya, “Ibu katanya ada yang melihat orang mirip Ma Roo di pulau Jeju, beri aku ongkos pesawat ya Bu...”
Nenek mendelik melihat Shin Ae, ia lalu mengabil gelas dan melemparkannya ke baju Shin Ae, “Perempuan busuk lagi-lagi minta uang!”
Shin Ae teriak, ibu....
“Young kyu akan masuk penjara tapi Ma Roo malah kabur. Aku tak mau melihatnya lagi. terserah kau!”
“Lalu kenapa kau melihat fotonya?” tanya Shin Ae. Nenek diam.
“Asal ibu tahu kalau Ma Roo ketemu masalah kita akan berakhir. Berikan uangnya berikan uangnya!” Shin Ae merogoh saku baju ibunya.
Nenek tak memberikannya dan ia malah mendorong Shin Ae.

Di tempat yang berbeda,
Di dalam sebuah ruangan, nampak volume televisi yang distel full. That’s, Dong Joo. Karena kesal tak bisa mendengarnya melempar remote-nya. Kemudian Dong Joo merasakan sakit di kepalanya. Ia menyembunyikan kepalanya di bantal.
“Dong Joo apa kau mau menonton TV bersama ibu? Ini film kesukaanmu?”
Dong Joo tak bicara ia hanya mengerang dan menutup telinganya.
“itu adalah film yang sudah kau tonton lebih dari 100 kali Kau sudah tahu walaupun kau tak bisa mendengarnya!”
Dong Joo tetap mengerang dan menutup telinganya.
Tae Yeon Suk kesal.
“Ibu biar aku saja!” pinta Joon Ha (Cha Joon Ha, nama baru Bong Ma Roo). “Dong Joo, apa kau mau main bersama kakak?”
Dong Joo menolak dan mendorong Joon Ha hingga jatuh. “Kalau begitu kita kerjakan yang lain!” ajak Joon Ha sabar menghadapi Dong Joo. “Apa kau mau main game?” Joon Ha mengambilkan game.
Dong Joo malah melemparkan game itu ke arah Joon Ha.

Melihat itu Tae Yeon Suk hilang kesabarannya. Ia mengguncang-guncangkan tubuh putranya. Joon Ha melarai, “Jangan Bu. Aku akan mengarahkannya pelan-pelan. Semakin Ibu memaksanya semakn dia tidak mau!”
Dong joo menjerit. Ibu nya marah meminta Dong Joo jangan hanya menjerit, “Katakan sesuatu jangan menjerit. Bicaralah yang benar!”
Karena kesabarannya sudah habis Tae Yeon Suk manampar Putranya. Joon Ha terkejut melihatnya, Tae yeon Suk sendiri langsung sadar kalau ia sudah lepas kontrol.
Dong Joo hanya bisa menangis memegangi pipinya.
Joon Ha langsung memeluknya, “Tak apa apa Dong Joo. Tak apa-apa!”
Tae Yeon Suk terlihat masih kesal, “Kau bisa bicara kan? Kenapa kau seperti ini? Menutup mulutmu sepanjang tahun. Sampai kapan kau akan begini? Apa kau mau ibumu ini menjadi gila?”
Dong Joo berlindung di belakang Joon Ha.

Malam hari.
Dong Joo dan Joon Ha tidur di kamar yang sama. Joon Ha melirik Dong Joo yang sudah tertidur, ia beranjak. Dong Joo langsung membuka matanya dan menarik Joon
“Aku tak akan kemana-mana. Hanya mau mematikan lampu!”
Dong Joo menggeleng tanda lampu jangan dimatikan. Ia juga menunjuk ke arah jendela yang kordennya terus bergerak.
“Itu hanya angin jangan takut!” jelas Joon Ha. Joon Ha berkata sejelas mungkin walaupun tahu Dong Joo tak bisa mendengarnya.
“Kau tak usah takut tidur saja!” Ujar Joon Ha. Dong Joo menggeleng.
“Baiklah!” Joon Ha tak jadi beranjak. Dong Joo langsung melingkarkan lengannya ke tangan Joon Ha.
Joon Ha menatap Dong Joo, “Aku tak akan kemana-mana. Aku selalu di sampingmu!”
Dong Joo mentap lurus ke depan tangannya terus membawa kantung pemberian Mi Sook kecil.
Joon Ha melihat kantung yang dibawa-bawa Dong Joo, “Kenapa kau membawa ini kemana-mana!”
Joon Ha menatap mata Dong Joo, “Tutup matamu dan tidurlah!”
Joon Ha menutup mata Dong Joo dengan tangannya. Dong Joo kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu Joon Ha.
“Tidurlah. Jangan khawatir. Aku akan menjagamu!”
Setelah semuanya terlelap Tae Yeon Suk masuk ke kamar anak-anaknya. Ia mendekati putranya, Dong Joo.
Tae Yeon Suk menyentuh pipi putranya dengan penuh cinta, “Dong Joo ibu minta maaf. Maaf, semua salah ibu!”
Joon Ha belum tertidur, ia membuka matanya dan mendengarkan apa yang diucapkan Tae Yeon Suk yang terus meminta maaf pada anaknya.
Joon Ha teringat ayahnya yang selalu minta maaf padanya, selalu melidunginya. Joon Ha sedih memikirkan itu.
Young Kyu memasak nasi dan mulai membagi-bagikan nasinya. “Ini ibu, ini untuk Ma Roo!”
Woo Ri mencium aroma nasinya sangat enak. Ia langsung menutup mangkuk nasi bagiannya Ma Roo.
Young Kyu berkata pada Woo Ri kalau mau nasinya enak airnya harus sampai sini. Ia kemudian teringat Ma Roo, “Apa Ma Roo akan pulang hari ini?”
Young Kyu sedih memikirkannya. Woo Ri langsung menghibur ayahnya dengan memberikan dua jempolnya sambil tersenyum, “Ayahku yang terbaik!”
“Aku yang terbaik!” Young Kyu langsung tersenyum. Woo Ri mulai pandai menghibur Ayahnya supaya tak sedih.
Dong Joo duduk sendiri menatap hamparan pegunungan hijau di depannya.
“Cha Dong Joo!” panggil Joon Ha, tapi karena tak bisa mendengar Dong Joo hanya diam saja.
Tiba-tiba Joon ha menyiramnya dengan air, “Nice!” ucap Joon Ha.
Joon Ha melemparkan sarung tangan dan bola Base ballnya. Dong Joo melirik bola dan sarung tangan itu.
“Kenapa? Apa kau takut?” ucap Joon Ha. “Kau takut kalah? Dasar kotoran semut yang penakut!” Joon Ha menyebutkan tiap katanya pelan-pelan agar Dong Joo mengerti.
Dong Joo memungut bolanya dan melemparkan ke arah Joon Ha.
Joon Ha tertawa menangkapnya, “Anak cengeng. Kau kotoran semut, lempari aku kotoran semut!”
Joon Ha kembali mengambil selang air dan menyiramnya ke arah Dong Joo.
Dong Joo berusaha menghindar dan melawan, ia merebut selang airnya dan mengarahkannya ke Joon Ha. Dong Joo tertawa.
Di dalam rumah Tae Yeon Suk tengah berbincang dengan Dokter Jang.
Dokter Jang tanya apa sekarang Dong Joo bisa membaca gerakan bibirnya. Tae Yeon Suk menilai itu tak perlu, “Kenapa harus begitu? yang cacat dari lahir saja bisa dioperasi. Kenapa hanya Dong Joo yang tak bisa?”
Dokter Jang menjelaskan kalau saraf pendengaran Dong Joo sudah rusak, melakukan operasipun tak ada gunanya.
Tae Yeon Suk : “Pasti ada cara lain, apa kau sudah mencari di Jepang atau Eropa?”
Dokter Jang Sudah mencobanya, tetapi pendapat mereka sama. “Kau harus menerima keadaan, kalau tidak Dong Joo akan semakin menderita. Kau harus mengajarinya bahasa isyarat!”
Tae Yeon Suk tak menyukai itu, “Kenapa harus Dong Joo? Dia seperti orang bisu. Dong Joo bisa bicara, dia hanya tak mau bicara!”
Dokter Jang : “Benar tapi karena paksaan orang tua, anak yang tuli jika belajar bicara melawan kehendaknya akan menjadi stres. Dia tidak hanya menutup mulutnya tapi juga hatinya. Apa kau menginginkan ini terjadi pada Dong Joo?”

“Dong Joo bukan anak yang lemah!” sahut Tae Yeon Suk. “Lihat dia bisa beradaptasi, apa bedanya Dong Joo dengan Joon Ha.
Operasi ? Kalau tidak bisa lupakan saja. Akan kubuat Dong Joo seperti anak yang lainnya. Agar kau selalu menepati janjimu padaku Dong Joo akan membaik dan kau memperlakukannya dengan lembut. Berjanjilah padaku!”
Dokter Jang mengangguk mengerti, “Tapi ingatlah satu hal walau seluruh dunia kau bohongi Dong Joo sebenarnya tahu kalau dia tak bisa mendengar!”
Tiba-tiba terdengar teriakan Joon Ha, Ibu... ibu... ibu.. sambil menggedor-gedor jendela. Dong Joo kesakitan. Joon Ha terlihat cemas.
Tae Yeon Suk tanya apa yang terjadi. Joon Ha serba salah, ia tak tahu karena kejadiannya sangat tiba-tiba.
Dokter Jang langsung membaringkan Dong Joo. “Apa ada yang salah dengan kepalanya?” tanya Tae Yeon Suk.
“Trauma luka di kepala menyebabkan stres pada cairan. Kepala akan menjadi sakit bila ada getaran mendadak. Tapi ini tak berbahaya!” Jelas dokter Jang.
Dokter Jang berpesan pada Joon Ha jangan lagi mengajak main yang seperti tadi. Joon Ha mengerti.
Tae Yeon Suk tak terima, “Kenapa semuanya tak boleh dilakukan Dong Joo? apa lagi yang tak boleh dia lakukan?”
Dokter Jang membopong Dong Joo masuk ke rumah ia akan memeriksanya lebih lanjut.
Tae Yeon Suk lemas, Joon Ha serba salah. “Ibu maafkan aku, aku hanya ingin bermain dengan Dong Joo!”
Tae Yeon Suk : “Tidak. Kau hanya terkejut!”
Tae Yeon Suk menatap Joon Ha dan meminta maaf. Ia kemudian menggenggam tangan Joon Ha, “Ibu lupa mulai besok kau sudah bisa masuk sekolah. Kau tak boleh seperti ini karena Dong Joo. Kuharap kau tak mengecewakanku?”
Joon Ha tersenyum. “Ya... Ibu!”




>> Episode Selanjutnya …