Sinopsis Drama ‘Can You Hear My Heart’ episode 4 @
Indosiar [teks Indonesia]
[ web/page ringan, bisa
dibaca di Ponsel/HP]
Mi Sook berada di dapur menyiapkan makanan, ia memandang
luka di telapak tangannya yang sudah dibalut dengan kain. Putrinya datang dan
langsung memeluknya dari belakang, “Ibu aku minta maaf!” Mi Sook kecil
memberikan bunga untuk ibunya.
Mi Sook kecil mengatakan rahasia Ma Roo. “Kak Ma Roo
sebenarnya tidak mendengarkan musik dari earphone-nya, dia hanya meletakkannya
di telinga supaya tak ada yang mengajaknya berbicara, dia tak mau bicara pada
Nenek, Ayah, aku setiap hari dan di sekolah!”
“Ini rahasia!” Mi Sook kecil mengingatkan. Ibunya berkata
dengan bahasa isyarat kalau ia juga memiliki rahasia.
“Benarkah? Ibu juga punya rahasia? Apa itu?”
Nenek masuk ke dapur dan bertanya pada menantunya apa tidak
berangkat ke pabrik. Mi Sook menjawab dalam bahasa isyarat kalau ia harus
menyiapkan makanan terlebih dulu.
Mi Sook kecil masih penasaran ibunya memiliki rahasia dan
bertanya rahasia apa. Dengan bahasa isyarat Mi Sook berkata kalau ia akan
membuat taman bunga di halaman rumah.
“Benarkah?”
Nenek ikut menyahut, “Ada apa?”
“Bukan apa-apa!” jawab Mi Sook kecil.
Sambil berbisik Mi Sook kecil tanya pada ibunya kapan ibunya
akan melakukan itu. Mi Sook menjawab kalau hari sudah hangat. Keduanya
tersenyum.
Dong Joo masih belum sadar, Shin Ae menungguinya hingga ia
sendiri tertidur karena kelelahan. Tapi setelah terdengar suara ada yang masuk
ia segera bangun dan membacakan buku cerita untuk Dong Joo. Tae Yeon Suk datang
dan bertanya kenapa Shin Ae masih disana dan menyuruhnya pulang. Shin Ae
beralasan kalau ia tak bisa meninggalkan Dong Joo dalam keadaan seperti ini.
Shin Ae mengambil kantung milik Dong Joo dan bertanya pada
Dong Joo apa ini, “Ini kan mainan anak perempuan?”
Tae Yeon Suk memandang tajam Shin Ae kemudian bertanya,
“Anakmu laki-laki atau perempuan?”
Dengan agak canggug Shin Ae menjawab “Laki-laki”
“Berapa usianya?”
“Ah…
Ibu. Aku mohon jangan membicarakan tentang aku lagi. Lebih baik kita pikirkan
Dong Joo.”
Shin Ae
menggenggam tangan Dong Joo, “Dong Joo jangan menyusahkan ibumu bangunlah!”
Mi Sook pergi ke
sebuah toko jam tangan, sebelum masuk ia memeriksa uangnya terlebih dahulu. Ia
membeli sebuah jam tangan untuk Ma Roo sebagai pengganti jam tangan yang rusak.
Mi Sook menyimpan jam tangannya di
loker pabrik.
Setelah menerima telepon Manajer pabrik mengumumkan kalau
malam ini para buruh harus bekerja lembur dan meminta semuanya untuk segera
menghubungi orang rumah.
Salah satu buruh protes kenapa
tiba-tiba. Manajer mengancam yang tidak mau bekerja silakan pergi, banyak yang
masih mau bekerja. Buruh yang lain berkata kalau dilanjutkan mesin akan kepanasan.
Menajer tak peduli dan berkata kalau bos marah karena produksi mereka kurang
mencukupi.
Mi Sook meminta tolong pada rekannya untuk menghubungi
keluarganya di rumah.
Mi Sook kecil belajar memainkan pianika. Ayah dan Neneknya
membersihkan daun bawang. Young kyu memuji kalau putrinya sangat pintar
memainkan piano.
“Yang penting dia tidak boleh memainkannya ketika malam hari
karena akan mengganggu orang.” Ujar nenek
Telepon berdering Nenek panik dan melarang Mi Sook kecil
mengangkatnya, ia takut kalau itu telepon dari Shin Ae.
Nenek manjawab telepon, ternyata itu dari teman Mi Sook di
pabrik yang mengatakan kalau Mi Sook akan pulang malam karena lembur.
“Sepertinya Ibu tidak bisa pulang! Lalu apakah kita harus
menjemputnya?” tanya Ayahnya. Mi Sook kecil mengagguk senang.
Keduanya berjalan bergandengan menuju pabrik Woo Kyung yang
ada di daerah mereka. Keduanya bersenda gurau sambil membawa bekal makan malam
untuk Mi Sook.
Mi Sook kecil menceritakan niat ibunya yang ingin membuat
taman bunga, “Ibu ingin menanam banyak bunga!” Young Kyu berseru pasti sangat
cantik.
“Ini rahasia hanya kuberitahu pada ayah. Karena kau ayahku!”
“Ya, karena aku ayahmu!”
“Kalau nanti sudah berbunga, bunganya akan ia jual di pasar
dan ibunya tak perlu bekerja di pabrik lagi.”
Di pabrik Mi Sook mencium bau yang aneh, ia mengatakannya
ini pada seorang buruh pria. Tapi karena tak mengerti bahasa isyarat Mi Sook
buruh itu hanya menyuruh Mi Sook cepat bekerja. Mi Sook terus menunjuk
hidungnya. Manajer datang dan memarahi buruh pria tersebut.
Dan di salah satu ruang mesin terjadi konsleting. Di salah
satu mesinnya memercikan api dan mulai membakar yang ada di sekelilingnya.
Terjadi sebuah ledakan. Dengan cepat api menjalar ke sekeliling ruangan. Kemudian
terdengar sirine tanda kebakaran. Ia dan rekan bisnisnya segera keluar.
“Kebakaran.... Kebakaran!” Manajer pabrik terus berteriak
menyuruh semua buruh keluar.
Mi Sook yang tak bisa mendengar hanya diam saja, tapi ia
bisa mencium aroma asapnya. Ia pun menoleh ke samping dan dilihatnya semua
rekannya berhamburan berlarian. Ia pun ikut panik dan melihat lampu sirine
tanda kebakaran menyala. Mi Sook segera lari keluar.
‘Jam
tangan Ma Roo’, Mi Sook berhenti, ia teringat dan kembali masuk ke dalam.
Young Kyu dan Mi Sook kecil berjalan riang menuju pabrik,
keduanya heran melihat ada keramaian di pabrik, “Apa itu? Apa mereka sudah
selesai?”
“Asap.... Ada kebakaran!” teriak Mi Sook kecil.
Mi Sook kecil teringat ibunya. Ia mulai panik dan berlari ke
arah kerumunan para buruh mencari ibunya, “Ibu... Ibu... Ibu...!”
“Mi Sook... Mi Sook!” teriak Young Kyu ikut panik.
Manajer tanya ke buruh apa semuanya sudah keluar dan meminta
mematikan semua mesin. Young Kyu dan Mi Sook kecil tak menemukan Mi Sook
diantara buruh yang sudah ada di luar. Ada yang menyenggol Mi Sook kecil hingga
membuat bekal makanannya jatuh berantakan dan diinjak orang.
Mi Sook masuk ke ruang loker untuk mengambil jam tangan yang
ingin ia berikan pada Ma Roo. Tiba-tiba lampu padam Mi Sook panik dan segera
keluar tapi api menahannya ia terjebak. Mi Sook mencoba mencari jalan lain
untuk keluar.
Presdir Choi tiba di lokasi dan bertanya pada Manajer apa
yang terjadi. Manajer mengatakan kalau ia tak tahu dan tiba-tiba terjadi
kebakaran, tak ada tanda-tandanya.
Young Kyu menghampiri Presdir Choi, “Apa kau pemiliknya?”
Presdir Choi mengacuhkannya.
“Mi Sook tak ada di sini!” sahut Young Kyu pada Presdir
Choi.
Presdir Choi tetap tak peduli. Ia membentak manajer, “Apa
kau mau membiarkan seluruh bangunan terbakar?”
Young Kyu terus memohon pada Presdir Choi agar menemukan Mi
Sook, “Aku saudaranya Shin Ae!” teriak Young Kyu. “Tolong temukan Mi Sook di
dalam!”
Presdir Choi memandang Young Kyu yang terus memohon padanya.
Tapi pengawal Presdir Choi menyeret Young Kyu.
Mi Sook kecil dan Young Kyu akan masuk ke dalam tapi
beberapa buruh pabrik menahannya.
Mi Sook kecil bisa lolos dari penjagaan ia pun langsung
masuk ke dalam pabrik.
Mi Sook memeluk jam tangan yang dibawanya, ia berusaha
menghindari api. Ia mencoba melewati sebuah pintu tapi tak bisa dilewati karena
sudah tertutup api.
Mi Sook berputar putar kebingunangan ia kemudian terjatuh.
Ia ingin berteriak minta tolong apa daya ia tak bisa melakukannya.
“Ibu... Ibu... Ibu...!” Mi Sook kecil berusaha mencari
ibunya diantara kepulan asap.
Young Kyu meronta melepaskan diri dari penjagaan dan segera
masuk ke dalam pabrik menyusul Mi Sook kecil.
“Keluarlah, aku yang akan mencari Mi Sook.” Ucap ayahnya.
Mi Sook kecil kemudian melihat ibunya sudah sesak nafas.
Young Kyu dan Mi Sook kecil akan ke sana tapi api semakin membesar.
Sementara
di rumah sakit tangan Cha Dong Joo mulai bergerak. Ia menjatuhkan kantung yang
diletakkan di telapak tangannya.
Yong Gyu dan Mi Sook kecil memanggil-manggil Mi Sook, tapi
tidak didengarnya. Mi Sook kecil kemudian melepas sepatu dan melemparkan sepatu
itu ke arah ibunya, agar ibunya tahu kalau dirinya datang untuk menolong.
Mi Sook melihat putri dan suaminya datang. Mi Sook kecil
memberi kode ke ibunya untuk cepat keluar, “Ibu cepat ke sini!”
Mi Sook berusaha berdiri tapi tiba-tiba pintu pabrik
bergerak ke bawah akan menutup ruangan. Melihat di tangannya ia tak
membawa jam tangan, Mi Sook kembali berbalik mengambil jam tangannya.
Pintu semakin menutup ke bawah, benda-benda dari atas mulai
berjatuhan mengahalangi Mi sook dan membuatnya terjatuh.
Mi Sook kecil terus berteriak, “Ibuuuuuuuuu.....!”
Dan pintu pun menutup....
Nenek menjahit selimut di rumah. Kemudain terdengar
panggilan dari Myung Gyun dan istrinya.
Nenek dan Ma Roo keluar, “Ada apa?” tanya Nenek.
Ny Lee tanya “Dimana, dimana menantumu?”
“Tentu saja ke pabrik “ jawab Nenek.
Myung Gyun dan istrinya cemas, “Ya Tuhan, Bagainana ini?
Pabriknya kebakaran!”
Nenek dan Ma Roo shock mendengarnya. Ny Lee mengajak Nenek
cepat bergegas ke sana.
Mi Sook dibawa ke rumah sakit. Dokter memberi bantuan
oksigen karena Mi Sook terlalu banyak menghirup asap.
Mi Sook kecil menangis melihat ibunya, “Ibu apa kau
melihatku?”
Young kyu meminta Mi Sook melihat ke arahnya. Young kyu
menyanyi lagu ‘Di padang rumput yang biru’
sambil cemas.
Perawat ngomel meminta Young Kyu keluar karena menganggu
pekerjaannya. Young Kyu tak peduli.
“Ayah, ibu tersenyum!” teriak Mi Sook kecil. Melihat
istrinya tersenyum Young Kyu makin semangat menyanyi.
Mi Sook menyingkirkan oksigen, ia ingin melihatnya dengan
leluasa. Nafasnya masih tersengal-sengal.
“Ayah,
Ibu ingin mengatakan sesuatu?” air mata Mi Sook kecil terus mengalir. Young Kyu
mendekat tapi dokter meminta jangan terlalu dekat dengan pasien.
Mi Sook berkata dengan bahasa isyarat, ia menyatukan kedua
telunjukanya. Young Kyu dan Mi Sook kecil mengerti maksudnya.
“Bersama.. bersama. Aku mengerti!” sahut Young Kyu.
“Ya ibu, bersama!” sahut Mi Sook kecil terus meneteskan air
mata.
Mi Sook meraih tangan suami dan putrinya, ia menggenggamkan
kedua tangan orang yang disayanginya itu. Mi Sook seakan ingin bicara tapi apa
daya ia tak mampu berkata-kata.
“Ibu... Ibu... Ibu...!” teriak Mi Sook kecil.
Mi Sook terharu air matanya menetes dan mulai menutup
matanya.
Mi Sook kecil teriak, “Ibu jangan menutup matamu, buka
matamu nanti kau tak bisa mendengarku!”
“Mi Sook lihat kami bersama!”
“Ibu... ibu... ibu..!” Mi Sook kecil terus menangis.
Nenek, Ma Roo, Myung Gyun dan istrinya tiba di rumah sakit.
Nenek memandang Mi Sook, ada apa dengan dia?
“Pasien dinyatakan meninggal pukul 20.00. Maaf, kami sudah
berusaha.”
“Tidak ibu.. Tidak.. buka matamu!” ucapnya sambil
menguncang-guncangkan tubuh ibunya.
“Menantu.. menantu..!” teriak Nenek jatuh lemas.
Ny Lee tak kuasa menahan tangisnya, tak terkecuali Ma Roo.
Di luar rumah sakit, setelah mengetahui salah satu buruhnya
meninggal, Choi Jin Chul melimpahkan kepada manajer untuk bertanggung jawab
dengan beberapa dalih. Ia ingin lepas tangan.
Sang manajer juga tidak mau dipersalahkan dan mengatur siasat
agar Yong Gyu yang dipersalahkan. Mereka berdalih, Mi Sook penyebab kerugian
besar pabrik karena Mi Sook tidak mengindahkan peringatan sirine dan karenanya
pihak pabrik melakukan upaya tuntutan. (dalih yang terlalu dibuat-buat)
Di kantor polisi, Ma Roo maju sebagai juru bicara ayahnya,
“Ada yang meninggal dan uang pertanggunjawaban? Kenapa harus begitu?”
Young kyu duduk di kursi dangan tangan terborgol. “Lepaskan
ini, aku harus menemui Mi Sook. Lepaskan ini lepaskan ini!”
“Kemana? Apa kau ini sakit jiwa?” sahut Manajer.
Polisi meminta Young Kyu dan Manajer diam. “Baik Mi Sook maupun
pabrik keduanya bersalah, kami membandingkan keterangan kedua pihak. Pabrik
menginginkan biaya kompensasi!”
“Apakah ada bukti kalau ibuku yang berbuat kesalahan?” tanya
Ma Roo.
Manajer
membantak, “Semua karyawan pabrik saksinya. Alarm berbunyi tapi ibumu malah
masuk ke dalam dan api bertambah besar. Seluruh karawan bisa dipanggil untuk
bersaksi!”
Young
Kyu memeluk putranya dan meminta Manajer jangan membentak Ma Roo.
“Ibu tidak memulai kebakarannya kan?” Ma Roo meminta ayahnya
menjelaskan apa yang terjadi.
Young Kyu berfikir, “Aku tak tahu, aku tak tahu. Aku
menyusulnya dan pintunya bergerak menutup. Orang itu (menunjuk manajer pabrik) dan
orang yang kuberi kimchi, mereka tak mau
mendengarku!”
Manajer emosi, “Kenapa kimchi dibawa-bawa. Aku bisa gila!”
Manajer merasa mendapat celah.
Ma Roo meminta ayahnya menjelaskan lebih jelas lagi.
Polisi berkata kalau ia sudah menyelidiki tempat
kejadiannya, “Area tempat ibumu pingsan ada banyak drum!”
“Aku tahu, itu mudah meledak!” sahut Manajer.
“Siapapun bisa berada di sana.”
Manajer
kembali membentak, ‘”Kalau tak tahu apa-apa jangan bicara. Ibumu kembali untuk
mengambil ini. ” Lalu manajer menunjukan bungkusan. Ma Roo membukanya. Dia melihat
jam tangan yang masih baru.
Young Kyu kebingungan ia hanya bisa memukuli dahinya. Ma Roo
terdiam menatap jam yang dibeli ibu barunya itu.
Myung Gyun dan Nenek mengintip dari luar dan melihat Young
Kyu memukuli dahinya. Nenek cemas melihat putranya, “Aku harus masuk. Buka
pintunya!”
Myung Gyun menarik Nenek dan memintanya diam.
“Ibu... ibu...” tangis Mi Sook kecil jongkok meratapi
ibunya.
Nenek kesal melihatnya dan memebentak, “Diamlah! Bangun.
Pergi. Aku tak mau melihatmu lagi! Kau masih mengganggu walaupun dia sudah
meninggal, apa kau pikir aku menikahkan mereka untuk melihat hal yang seperti
ini? Aku tak mengenalmu dan ibumu. Pergi! Young Kyu akan semakin menderita
kalau bersamamu. Pergi. Pergi!”
Tangis Mi Sook kecil semakin menjadi, “Nenek maafkan aku.
Aku yang salah. Aku yang salah!”
Shin Ae tiba di kator polisi, “Ibu!” panggilnya. Nenek
terkejut melihat putrinya datang, “Shin Ae kenapa kau kemari?”
Mi Sook kecil langsung jongkok bersandar sambil menangis.
Shin Ae menatap Mi Sook kecil dengan tatapan kesal. Shin Ae langsung melihat ke
dalam dan dilihatnya Ma Roo berada di dalam sana.
Ma
Roo masih termenung menatap jam tangan yang sekarang ada di tangannya.
“Hey kenapa diam saja!” kata Manajer pabrik, ia
kemudian menerima telepon. Selesai
menerima telepon Manajer minta ijin pada polisi agar diizinkan bicara dengan Ma
Roo.
“Presdir kami menganggap ini kejahatan, ayahmu harus
dipenjara. Kau tidak akan sanggup melawan orang yang memiliki kekuasaan. Presdir
kami sudah pernah kau temui ketika kau menerima beasiswa. Kau diberi kesempatan
memohon maaf padanya!”
Ma Roo teringat ketika ia menerima beasiswa dan mendengar
apa yang diucapkan Choi Jin Chul.
Ia juga mengingat ketika Choi Jin Chul mengusirnya ketika ia
berkunjung ke rumah untuk mengambil beasiswa yang tertinggal. “Kalau aku tak
bersalah kenapa aku harus minta maaf?”
‘Apa kau akan membiarkan ayah dan Nenek menderita. Apa bisa kau
membayar biaya kompensasinya.”
“Kenapa harus aku? Bukan aku yang membuat kebakaran!”
“Ibumu sudah meninggal dan ayahmu akan dipenjara. Apa yang
bisa kau lakukan? Lebih baik kau berlutut memohon ampun. Dengan begitu kau tak
perlu membayar biaya kompensasi. Redakan amarah Presdir sebelum ayahmu masuk
penjara atau rumah sakit jiwa!”
Ma Roo berdiri marah, “Lakukan semaumu. Masuk penjara atau
rumah sakit jiwa!” Ma Roo langsung pergi dari sana mengacuhkan panggilan
ayahnya.
Ma Roo menarik Mi Sook kecil keluar, “Ikut denganku!”
Mi
Sook kecil tanya apa kita akan ke ibu? Bagaimana dengan ayah? Kita harus selalu
bersama ayah. Kita harus selalu bersama dengan ayah. Ma Roo terus menariknya,
Mi Sook kecil meronta. Ma Roo meminta Mi Sook kecil berhenti bicara seperti
itu, “Bagaimana dia bisa menjadi ayahmu? Sampai sekarang dan di masa depan dia
tak akan bisa berbuat apa-apa untukmu. Jadi jangan temui dia dan jangan
mencarinya!”
Ma Roo mengancam kalau Mi Sook kecil terus seperti itu ia
akan meninggalkannya.
“Tidak mau!” Mi Sook kecil melepaskan tarikan tangan Ma Roo.
“Aku harus selalu bersama Ayah!” ucap Mi Sook sambil menangis.
“Bersama, bersama dengannya. Aku sudah berjanji pada ibu.
Kakak, aku mohon jangan pergi. Ayah, Kakak kita harus bersama. Ayo kita melihat
ibu!”
“Aku tak mau!” Kenapa harus berjanji seperti itu dihadapan
orang mati” teriak Ma Roo.
Ma
Roo akan lari tapi ia melihat Tae Yeon Suk berada di dalam mobil (Tae Yeon Suk
mengikuti Shin Ae). Tae
Yeon Suk mengingat kejadian dimana Ma Roo mengaku sebagai putra dari Bong Young
Kyu. Sedangkan Bong young Kyu adalah saudara Shin Ae. Tae Yeon Suk tahu kalau
Ma Roo putra dari Shin Ae.
Mi sook kecil memohon, “Kakak jangan pergi!”
Ma Roo menatap tajam Tae Yeon Suk. Tae Yeon Suk langsung
menjalankan mobilnya pergi dari sana. Ma Roo akan mengejar tapi Mi Sook kecil
menariknya.
Ma Roo menggenggam tangan Mi Sook kecil ia menitipkan jam
tangannya, “Tunggu di sini aku akan kembali!” Ma Roo berlari mengajar mobil Tae
Yeon Suk.
Mi
Sook kecil mengejar Ma Roo hingga terjatuh tersungkur, “Kakak, kakak, kakak,
Jangan pergi!”
“Tunggu
ada yang mau kusampaikan!”
Ma Roo terus mengejar mobil Tae Yeon
Suk dengan berlari.
Sementara di rumah sakit…
Tangan Dong Joo bergerak, perlahan-lahan ia mulai membuka
matanya. Ia melihat seorang perawat masuk. Perawat mengamati Dong Joo, “Bisakah
kau melihatku? Apa kau tak apa-apa?”
Dong Joo akan membuka penutup oksigennya tapi perawat
melarang. Dong Joo memaksa membukanya.
“Dong Joo, Dong Joo apa kau tak apa-apa?”
Dong Joo memandang gerak bibir perawat. Ia kemudian
merasakan sakit di kepalanya dan menjerit.
Tae Yeon Suk tiba di rumah sakit, ia langsung bergegas. Ma
Roo tiba setelahnya menggunakan taksi, ia bergegas keluar tanpa membayar ongkos
taksi.
Dong Joo meronta-ronta. Tae Yeon Suk sampai di kamar rawat
putranya, “Dong Joo ini Ibu!”
Dong Joo memandang ibunya bicara dengannya, tapi tak ada
suara yang sampai ke telinganya. Ia hanya melihat gerakan bibir ibunya.
Dong joo ketakutan ia langsung memeluk Ibunya erat-erat.
“Ibu.. ibu.. ibu.. ibu.. ibu..” ucap Dong Joo.
Tae Yeon Suk menenangkan putranya, ia berusaha melepaskan
pelukan Dong Joo tapi Dong Joo tak mau melepaskan pelukannya.
Dokter berkata kalau ia harus menyuntikan obat tidur. Tae
Yeon Suk menolak, “Dia baru sadar jangan membuatnya tidur lagi!” ia meminta
semuanya keluar.
Dong Joo terus mengulang memanggil ibu.
Ma Roo sampai di ruang rawat Dong Joo. Ia terkejut melihat
Dong Joo berada di rumah sakit sebagai pasien.
Dong Joo melepaskan pelukannya. Tae Yeon Suk memandang
putranya, “Dong Joo Kau sudah sadar!”
Dong Joo mengamati apa yang ucapkan ibunya. Terasa sepi di
telinganya padahal ibunya berulang kali menggerakkan bibir. Dong Joo
menggelangkan kepalnya, “Aku tak bisa!” ucapnya sambil menangis.
“ Apa?”
“Aku tak bisa mendengarmu Bu! “Ibu aku tak bisa mendengar
apa-apa!”
“Dong Joo kenapa kau seperti ini?”
Dong Joo mengguncangkan tubuh ibunya, “Ibu jangan bercanda
bicaralah. Besuaralah. Aku tak bisa mendengarmu. Kata-katamu, aku tak bisa
mendengar. Aku tak bisa mendengarnya!”
Sadar apa yang terjadi dengan putranya tae Yeon Suk langsung
memeluknya. “Tidak. Tidak mungkin bisa seperti itu. Tidak mungkin, tidak
mungkin!”
Ma Roo masih berdiri melihat dan mendengar semuanya.
Shin Ae menemui Presdir Choi. “Choi Jin Chul kau sungguh
biadab. Young Kyu akan dipenjara dalam waktu yang lama karena ada yang
menuntutnya!”
“Bawa Ma Roo padaku. Anakku atau bukan dia harus dites
dulu!”
“Aku tak akan melakukan kata-katamu. Kalau kau mau menemui
anak ini seharusnya kau memeberi tahuku dulu, menyelinap dari belakang dan akan
memanggil anak itu. Apa kau pikir aku akan diam saja?”
“Memangnya apa maumu?”
“Aku ibu kandung Ma Roo. Perempuan yang melahirkan anakmu!”
“Bukankah sudah jelas, bawa anak itu kemari!” bentak presdir
Choi.
Tae Yeon Suk menemani putranya tidur, Dong Joo terlihat
lebih tenang.
Ma Roo yang dari tadi berdiri di sana kemudian berlutut dan
mulai menitikkan air matanya, “Sekali
ini saja, Tolonglah aku! Kau pernah bilang aku bisa menemuimu jika sedang
kesulitan. Ini untuk yang pertama dan yang terakhir. Aku tahu kau dalam situasi
yang sulit. Tapi aku tak bisa minta tolong pada siapapun. Tolonglah ayahku.
Maafkan aku, tolonglah aku!”
Tae
Yeon Suk tidak bergeming untuk beberapa saat, terlihat sedang berfikir. Hingga
akhirnya, “Ma Roo kemarilah!” Tae Yeon Suk meminta Ma Roo mendekat padanya.
Ma Roo berdiri dan berjalan mendekat.
Tae Yeon Suk menggenggam tangan Ma Roo. Ma Roo menangis
melihatnya.
“Apa
kau mau menjadi anakku?”
Young Kyu dan Mi Sook Kecil ditemani Myung Gyun dan istrinya
ke danau. Mareka akan menaburkan abu Mi Sook. Young Kyu terus memeluk erat abu
Mi Sook sambil menangis.
Ny Lee tak tahan melihatanya dan turut menangis,
“Berhentilah menangis. Cepat taburkan!”
“Sebentar lagi!” pinta Young Kyu. Ia masih takut kalau Mi
Sook akan kesepian.
“Ibu ibu..!” Tangis Mi Sook kecil sambil melihat abu ibunya.
Young kyu meminta Mi Sook kecil menunjukan sesuatu pada ibunya.
Mi Sook kecil menunjukan berkas kalau ia sudah masuk
sekolah, “Aku tinggal bersama ayah. Tidak pindah-pindah lagi, ibu aku
merindukanmu!”
Sambil terus menangis Young Kyu mulai menaburkan abu Mi Sook
ke danau, “Mi Sook aku merindukanmu!"
Lee Myung Gyun terharu ia tak tahan lagi dan menutup
wajahnya.
Ny Lee menghibur, “Dia akan melihatnya. Ibumu pergi ke
surga, nanti kau akan menemuinya!”
“Ibu tunggulah aku, sampai bertemu lagi. Kita akan bertemu
lagi!”
“Mi Sook pergilah, tapi jangan melupakan kami, aku akan
menemuimu lagi. Jangan lupakan kami. Pergilah dengan tenang!” Yong Gyu diantara
isak tangisnya.
Mi Sook kecil menabur bunga kemudian
ia berdiri menatap langit dan berbicara sambil menggunakan bahasa isyarat, “Ibu
aku mencintaimu. Kau tak boleh melupakanku!”
Young Kyu ikut berdiri dan menatap langit, “Mi Sook lihatlah
kami, kami bersama. Bersama!”
Young Kyu dan Mi Sook kecil memperagakan bahasa isyarat
menandakan mereka akan selalu bersama, “Kami akan selalu bersama!”
Satu tahun kemudian….
Mi Sook kecil lari-lari ia melihat
jam tangannya. Jam tangan milik Ma Roo dititipkan padanya. Ia berlari menuju
kantor polisi, ia memberi hormat pada polisi yanga ada di sana. Polisi berkata
kalau mereka belum memiliki kabar mengenai Ma Roo, “Kemarin ada kecelakanan
mobil mereka menemukan anak berusia 12 tahun tapi bukan Ma Roo!”
“Nenek aku pulang! Aku akan masuk sebelum kau selesai
berhitung sampai 100!” Mi Sook kecil segera masuk ke dapur.
Nenek memandangi foto keluarganya,
ia sedih Ma Roo menghilang. Yang Nenek lakukan hanya meminum alkoholnya,
“Dimana kau? apa yang sedang kau lakukan?”
Mi Sook kecil masuk membawakan Nenek makan, “Nenek kau
seharusnya makan, bukannya mabuk!” Mi Sook kecil merebut botol minuman Nenek.
“Memangnya apa urusanmu?”
“Kau tak boleh minum alkohol. Kau harus makan. Aku harus ke
pasar, ayah juga lapar!”
“Kenapa aku nenekmu? Cari Ma Roo dan bawa dia ke sini. Ma
Roo pergi karena kau!”
“Kakak akan pulang, dia sudah berjanji! Dan aku ini cucumu.
Putri ayah! Lihat namaku tertulis Bong Woo Ri!” ucap Mi Soook kecil
memperlihatkan sebuah kertas pada nenek dan mengucapkan namanya.
“Nenek kau tak bisa menyangkal lagi!” sahut Woo Ri sambil
tersenyum.
“Kau ini seperti permen karet!” sahut nenek akan memukul Woo
Ri dengan sendok tapi karena mabuk pukulannya tak kena Nenek sempoyongan.
“Karena kau mabuk kau jadi loyo dan pikun!” Woo Ri
membantunya duduk dengan benar.
“Anak lancang! Pergi kau!” Nenek akan memukul Woo Ri lagi.
“Apa kau tak menyukaiku? Woo Ri merebut sendok yang tadi
digunakan Nenek untuk memukulnya. Ia menyendok nasi dan ia berikan itu pada
nenek.
“Makanlah nasi ini lalu aku akan pergi!” ucap Woo Ri.
“Baiklah aku akan makan semua. Setelah itu kau pergi!”
Shin Ae datang dan kesal melihat Woo Ri masih di sana, “Ibu
dalam situsi seperti ini kau masih bisa makan?”
Nenek tersedak.
Woo Ri berdiri menawari Shin Ae nasi, “Bibi apa kau mau
kuambilkan nasi!”
Plak! Shin Ae memukul dahi Woo Ri hingga terjatuh, “Kau
pergilah!”
“Kenapa kau memukulnya” bentak nenek.
“Bukankah sudah ku suruh menyingkirkannya? Setiap melihatnya
darah tinggiku kumat! Keluar dari sini!” Bentak Shin Ae.
“Aku akan pergi setelah Nenek menghabiskan nasinya!” ucap
Woo Ri lirih.
“Liihatlah ini, kau memang pintar.” Sindir Shin Ae. Shin Ae
menyuruh ibunya bersikap layaknya orang kaya agar Ma Roo kembali.
Shin Ae lalu menatap tajam ibunya, “Ibu katanya ada yang
melihat orang mirip Ma Roo di pulau Jeju, beri aku ongkos pesawat ya Bu...”
Nenek mendelik melihat Shin Ae, ia lalu mengabil gelas dan
melemparkannya ke baju Shin Ae, “Perempuan busuk lagi-lagi minta uang!”
Shin Ae teriak, ibu....
“Young kyu akan masuk penjara tapi Ma Roo malah kabur. Aku
tak mau melihatnya lagi. terserah kau!”
“Lalu kenapa kau melihat fotonya?” tanya Shin Ae. Nenek diam.
“Asal ibu tahu kalau Ma Roo ketemu masalah kita akan
berakhir. Berikan uangnya berikan uangnya!” Shin Ae merogoh saku baju ibunya.
Nenek tak memberikannya dan ia malah mendorong Shin Ae.
Di tempat yang berbeda,
Di dalam sebuah ruangan, nampak
volume televisi yang distel full. That’s, Dong Joo. Karena kesal tak bisa
mendengarnya melempar remote-nya. Kemudian Dong Joo merasakan sakit di
kepalanya. Ia menyembunyikan kepalanya di bantal.
“Dong Joo apa kau mau menonton TV bersama ibu? Ini film kesukaanmu?”
Dong Joo tak bicara ia hanya mengerang dan menutup
telinganya.
“itu adalah film yang sudah kau tonton lebih dari 100 kali Kau
sudah tahu walaupun kau tak bisa mendengarnya!”
Dong Joo tetap mengerang dan menutup telinganya.
Tae Yeon Suk kesal.
“Ibu biar aku saja!” pinta Joon Ha (Cha Joon Ha, nama baru
Bong Ma Roo). “Dong Joo, apa kau mau main bersama kakak?”
Dong Joo menolak dan mendorong Joon Ha hingga jatuh. “Kalau
begitu kita kerjakan yang lain!” ajak Joon Ha sabar menghadapi Dong Joo. “Apa
kau mau main game?” Joon Ha mengambilkan game.
Dong Joo malah melemparkan game itu ke arah Joon Ha.
Melihat itu Tae Yeon Suk hilang kesabarannya. Ia
mengguncang-guncangkan tubuh putranya. Joon Ha melarai, “Jangan Bu. Aku akan
mengarahkannya pelan-pelan. Semakin Ibu memaksanya semakn dia tidak mau!”
Dong joo menjerit. Ibu nya marah meminta Dong Joo jangan
hanya menjerit, “Katakan sesuatu jangan menjerit. Bicaralah yang benar!”
Karena kesabarannya sudah habis Tae Yeon Suk manampar
Putranya. Joon Ha terkejut melihatnya, Tae yeon Suk sendiri langsung sadar
kalau ia sudah lepas kontrol.
Dong Joo hanya bisa menangis memegangi pipinya.
Joon Ha langsung memeluknya, “Tak apa apa Dong Joo. Tak
apa-apa!”
Tae Yeon Suk terlihat masih kesal, “Kau bisa bicara kan?
Kenapa kau seperti ini? Menutup mulutmu sepanjang tahun. Sampai kapan kau akan
begini? Apa kau mau ibumu ini menjadi gila?”
Dong Joo berlindung di belakang Joon Ha.
Malam hari.
Dong Joo dan Joon Ha tidur di kamar yang sama. Joon Ha
melirik Dong Joo yang sudah tertidur, ia beranjak. Dong Joo langsung membuka
matanya dan menarik Joon
“Aku tak akan kemana-mana. Hanya mau mematikan lampu!”
Dong Joo menggeleng tanda lampu jangan dimatikan. Ia juga
menunjuk ke arah jendela yang kordennya terus bergerak.
“Itu hanya angin jangan takut!” jelas Joon Ha. Joon Ha
berkata sejelas mungkin walaupun tahu Dong Joo tak bisa mendengarnya.
“Kau tak usah takut tidur saja!” Ujar Joon Ha. Dong Joo
menggeleng.
“Baiklah!” Joon Ha tak jadi beranjak. Dong Joo langsung
melingkarkan lengannya ke tangan Joon Ha.
Joon Ha menatap Dong Joo, “Aku tak akan kemana-mana. Aku
selalu di sampingmu!”
Dong Joo mentap lurus ke depan tangannya terus membawa kantung
pemberian Mi Sook kecil.
Joon Ha melihat kantung yang dibawa-bawa Dong Joo, “Kenapa
kau membawa ini kemana-mana!”
Joon Ha menatap mata Dong Joo, “Tutup matamu dan tidurlah!”
Joon Ha menutup mata Dong Joo dengan tangannya. Dong Joo
kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu Joon Ha.
“Tidurlah. Jangan khawatir. Aku akan menjagamu!”
Setelah semuanya terlelap Tae Yeon Suk masuk ke kamar
anak-anaknya. Ia mendekati putranya, Dong Joo.
Tae Yeon Suk menyentuh pipi putranya dengan penuh cinta,
“Dong Joo ibu minta maaf. Maaf, semua salah ibu!”
Joon Ha belum tertidur, ia membuka matanya dan mendengarkan
apa yang diucapkan Tae Yeon Suk yang terus meminta maaf pada anaknya.
Joon Ha teringat ayahnya yang selalu minta maaf padanya,
selalu melidunginya. Joon Ha sedih memikirkan itu.
Young Kyu memasak nasi dan mulai membagi-bagikan nasinya.
“Ini ibu, ini untuk Ma Roo!”
Woo Ri mencium aroma nasinya sangat enak. Ia langsung
menutup mangkuk nasi bagiannya Ma Roo.
Young Kyu berkata pada Woo Ri kalau mau nasinya enak airnya
harus sampai sini. Ia kemudian teringat Ma Roo, “Apa Ma Roo akan pulang hari
ini?”
Young Kyu sedih memikirkannya. Woo Ri langsung menghibur
ayahnya dengan memberikan dua jempolnya sambil tersenyum, “Ayahku yang
terbaik!”
“Aku yang terbaik!” Young Kyu langsung tersenyum. Woo Ri
mulai pandai menghibur Ayahnya supaya tak sedih.
Dong Joo duduk sendiri menatap hamparan pegunungan hijau di
depannya.
“Cha Dong Joo!” panggil Joon Ha, tapi karena tak bisa
mendengar Dong Joo hanya diam saja.
Tiba-tiba Joon ha menyiramnya dengan air, “Nice!” ucap Joon
Ha.
Joon Ha melemparkan sarung tangan dan bola Base ballnya.
Dong Joo melirik bola dan sarung tangan itu.
“Kenapa? Apa kau takut?” ucap Joon Ha. “Kau takut kalah?
Dasar kotoran semut yang penakut!” Joon Ha menyebutkan tiap katanya pelan-pelan
agar Dong Joo mengerti.
Dong Joo memungut bolanya dan melemparkan ke arah Joon Ha.
Joon Ha tertawa menangkapnya, “Anak cengeng. Kau kotoran
semut, lempari aku kotoran semut!”
Joon Ha kembali mengambil selang air dan menyiramnya ke arah
Dong Joo.
Dong Joo berusaha menghindar dan melawan, ia merebut selang
airnya dan mengarahkannya ke Joon Ha. Dong Joo tertawa.
Di dalam rumah Tae Yeon Suk tengah berbincang dengan Dokter
Jang.
Dokter Jang tanya apa sekarang Dong Joo bisa membaca gerakan
bibirnya. Tae Yeon Suk menilai itu tak perlu, “Kenapa harus begitu? yang cacat
dari lahir saja bisa dioperasi. Kenapa hanya Dong Joo yang tak bisa?”
Dokter Jang menjelaskan kalau saraf pendengaran Dong Joo
sudah rusak, melakukan operasipun tak ada gunanya.
Tae Yeon Suk : “Pasti ada cara lain, apa kau sudah mencari di
Jepang atau Eropa?”
Dokter Jang Sudah mencobanya, tetapi pendapat mereka sama.
“Kau harus menerima keadaan, kalau tidak Dong Joo akan semakin menderita. Kau
harus mengajarinya bahasa isyarat!”
Tae Yeon Suk tak menyukai itu, “Kenapa harus Dong Joo? Dia
seperti orang bisu. Dong Joo bisa bicara, dia hanya tak mau bicara!”
Dokter Jang : “Benar tapi karena paksaan orang tua, anak
yang tuli jika belajar bicara melawan kehendaknya akan menjadi stres. Dia tidak
hanya menutup mulutnya tapi juga hatinya. Apa kau menginginkan ini terjadi pada
Dong Joo?”
“Dong Joo bukan anak yang lemah!” sahut Tae Yeon Suk. “Lihat
dia bisa beradaptasi, apa bedanya Dong Joo dengan Joon Ha.
Operasi ? Kalau tidak bisa lupakan saja. Akan kubuat Dong
Joo seperti anak yang lainnya. Agar kau selalu menepati janjimu padaku Dong Joo
akan membaik dan kau memperlakukannya dengan lembut. Berjanjilah padaku!”
Dokter Jang mengangguk mengerti, “Tapi ingatlah satu hal
walau seluruh dunia kau bohongi Dong Joo sebenarnya tahu kalau dia tak bisa
mendengar!”
Tiba-tiba terdengar teriakan Joon Ha, Ibu... ibu... ibu..
sambil menggedor-gedor jendela. Dong Joo kesakitan. Joon Ha terlihat cemas.
Tae Yeon Suk tanya apa yang terjadi. Joon Ha serba salah, ia
tak tahu karena kejadiannya sangat tiba-tiba.
Dokter Jang langsung membaringkan Dong Joo. “Apa ada yang
salah dengan kepalanya?” tanya Tae Yeon Suk.
“Trauma luka di kepala menyebabkan stres pada cairan. Kepala
akan menjadi sakit bila ada getaran mendadak. Tapi ini tak berbahaya!” Jelas
dokter Jang.
Dokter Jang berpesan pada Joon Ha jangan lagi mengajak main
yang seperti tadi. Joon Ha mengerti.
Tae Yeon Suk tak terima, “Kenapa semuanya tak boleh
dilakukan Dong Joo? apa lagi yang tak boleh dia lakukan?”
Dokter Jang membopong Dong Joo masuk ke rumah ia akan memeriksanya
lebih lanjut.
Tae Yeon Suk lemas, Joon Ha serba salah. “Ibu maafkan aku,
aku hanya ingin bermain dengan Dong Joo!”
Tae Yeon Suk : “Tidak. Kau hanya terkejut!”
Tae Yeon Suk menatap Joon Ha dan meminta maaf. Ia kemudian
menggenggam tangan Joon Ha, “Ibu lupa mulai besok kau sudah bisa masuk sekolah.
Kau tak boleh seperti ini karena Dong Joo. Kuharap kau tak mengecewakanku?”
Joon Ha tersenyum. “Ya... Ibu!”
>>
Episode Selanjutnya …